Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 31 Oktober 2015

TAJUK RENCANA: Austria dan Migran ke Eropa (Kompas)

Menghadapi arus migran, negara di Uni Eropa dilanda dilema. Muncul semangat kemanusiaan, di sisi lain mereka terlihat gamang.

Jumat (30/10), kita membaca berita, kalau sampai gagal menangani masalah ini secara kolektif, Uni Eropa terancam disintegrasi. Ini terkait dengan rencana Austria membangun pagar di perbatasan dengan Slovenia yang banyak menuai kritik.

Terhadap kritik itu, Austria melalui Menteri Dalam Negeri Johanna Mikl-Leitner menyatakan, pagar tidak dimaksudkan untuk menutup perbatasan, tetapi untuk mengawasi arus migran sehingga arus masuk lebih tertib. Sebelum ini, Hongaria juga memasang pagar berduri sehingga migran tak bisa lagi masuk.

Apa yang sebenarnya terjadi? Seperti kita ikuti, sejak dua tahun terakhir, Eropa dilanda gelombang arus migran. Mereka didorong oleh konflik dan teror yang melanda negara asal mereka di Timur Tengah dan Afrika, serta ditarik oleh impian hidup lebih baik di negara makmur Eropa.

Dengan dua alasan itu, mereka rela menempuh jalan berbahaya menuju negeri idaman. Tak sedikit dari mereka yang melayari Laut Tengah dengan perahu sederhana yang diisi berlebihan sehingga berita pengungsi tenggelam dan tewas di laut sering kita dengar.

Selama tahun 2014, total jumlah migran 280.000 orang. Hingga Agustus 2015, menurut Organisasi Internasional untuk Migrasi, jumlah yang menembus perbatasan Eropa mencapai 350.000. Itu belum memperhitungkan jumlah yang masuk tanpa terdeteksi.

Seperti diberitakan BBC, 62 persen migran berasal dari tiga negara, yakni Suriah, Afganistan, dan Eritrea. Lainnya datang dari Libya, Sudan, Nigeria, Pakistan, Irak, Kosovo, dan Somalia. Jerman, Perancis, dan Inggris menjadi tujuan utama pengungsi, tetapi negara di garis depan ikut merasakan tekanannya, seperti Yunani, Austria, dan Hongaria.

Negara di Eropa membuka diri terhadap migran pencari suaka, sejauh mereka bisa membuktikan diri bahwa jiwa mereka terancam jika kembali ke negaranya.

Namun, di kalangan pemimpin negara Eropa terdapat perbedaan pandangan mengenai jumlah migran yang harus diterima. Hal ini masuk akal, terutama jika mengingat kondisi ekonomi umum Eropa masih suram dan banyak di antara warga Eropa sendiri yang sulit mencari pekerjaan. Adanya arus masuk migran dalam jumlah puluhan ribu membuat mereka gamang.

Namun, dalam konteks kerumitan inilah penyelarasan kebijakan sangat diperlukan oleh negara Uni Eropa. Juru Bicara Pemerintah Jerman Steffen Seibert menegaskan, krisis migran tidak bisa dipecahkan dengan pemasangan pagar. Dikhawatirkan, satu kebijakan sepihak bakal memicu reaksi berantai atau diikuti negara lain.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 31 Oktober 2015, di halaman 6 dengan judul "Austria dan Migran ke Eropa".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger