Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 14 Juni 2017

TAJUK RENCANA: Wajah Baru Politik Perancis (Kompas)

Setelah membuat sejarah sebagai presiden termuda di Perancis, Emmanuel Macron mengambil ancang-ancang membuat sejarah baru lainnya.

Partai yang dipimpinnya, Republique En Marche (Republik Bergerak/REM), dalam pemilu legislatif putaran pertama, Minggu (11/6), unggul signifikan. Pada putaran kedua, REM diproyeksikan menjadi mayoritas di parlemen dengan perolehan 390-445 kursi dari total 577 kursi yang diperebutkan.

Jika ini terjadi, Macron merupakan presiden pertama yang berhasil menyamai rekor Presiden Charles de Gaulle yang pada pemilu tahun 1968 partainya (Republik) menguasai 80 persen kursi parlemen. Namun, prestasi Macron menjadi lebih khusus karena ia merupakan presiden pertama yang bukan berasal dari partai arus utama.

Macron dan REM dinilai fenomenal karena niat awal pembentukan En Marche adalah untuk keluar dari kungkungan tradisi yang membelah rakyat Perancis menjadi kiri, tengah, atau kanan. Lewat partainya, Macron ingin menjembatani semua spektrum demi kepentingan Perancis. Dan ia berhasil.

Mayoritas mutlak di parlemen di satu sisi akan menjamin terwujudnya program reformasi yang dicanangkan Macron. Hal itu, antara lain, membersihkan kekuasaan dari praktik korupsi ataupun nepotisme, mereformasi bidang perburuhan, sehingga Perancis bisa mengatasi tingkat pengangguran yang mencapai 10 persen dan memperketat UU Kontraterorisme untuk mencegah terulangnya serangan teror di Perancis.

Di sisi lain, mayoritas mutlak di parlemen menimbulkan kekhawatiran mendasar, apakah arah pemerintahan bisa menuju pada otoritarianisme. Kekhawatiran ini telah disuarakan, baik oleh kubu oposisi maupun para politisi. Parlemen yang "satu warna" dianggap buruk bagi proses demokrasi.

Tentu masih terlalu dini untuk menilai kinerja Macron yang semasa kampanye menegaskan komitmennya untuk terus merawat keragaman di Perancis sesuai dengan semboyan negeri itu: liberte, egalite, fraternite. Setidaknya, dalam sebulan terakhir sejak terpilih sebagai presiden, Macron menunjukkan kualitas yang bisa diandalkan.

Antara lain, langkah Perancis untuk semakin memperkuat komitmennya pada Kesepakatan Paris. Macron bahkan "menantang" warga AS yang memiliki pandangan berbeda dengan Presiden Donald Trump untuk menjadikan Perancis sebagai rumah kedua dan bersama-sama membuat "Planet Bumi Berjaya Kembali".

Macron juga berambisi mengisi "kekosongan" yang ditinggalkan Inggris di Uni Eropa dengan membuat posisi Perancis lebih penting daripada sebelumnya, terutama di bidang finansial dan teknologi. Bersama dengan Kanselir Jerman Angela Merkel, duo ini berupaya menjadi lokomotif blok ini untuk Uni Eropa yang lebih kuat dan demokratis.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 Juni 2017, di halaman 6 dengan judul "Wajah Baru Politik Perancis".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger