Namun, beberapa pemimpin militer Irak yakin bahwa secara keseluruhan kondisi keamanan Irak masih rentan karena persoalan utama yang menjadi keyakinan kelompok radikal ini belum terselesaikan. Mereka yang menganut paham Sunni berbeda dengan penguasa di Irak maupun di Suriah yang menganut paham Syiah.

Boleh jadi, anggota kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) akan melakukan perang gerilya, dan Pemerintah Irak harus mengantisipasi hal itu. Abadi juga harus mulai membangun infrastruktur negaranya yang hancur sejak penyerbuan AS tahun 2003. Untuk membangun kembali Irak dibutuhkan biaya sekitar 100 miliar dollar AS. Pertemuan negara donor untuk Irak dijadwalkan berlangsung Februari 2018 di Kuwait.

Wilayah perbatasan Irak-Suriah menjadi benteng terakhir kelompok NIIS. Militer Irak akhir November lalu merebut kota kecil Rawa, di bagian barat perbatasan Irak. Kunci untuk mencegah kebangkitan kelompok radikal itu adalah bagaimana pemerintah menangani komunitas Sunni Irak tempat NIIS berkuasa selama ini.

Belum lagi kalau melihat peran Hashed al-Shaabi, organisasi yang memayungi sekitar 40 milisi dari kalangan Syiah, yang sekarang sedang naik daun. Apakah pemerintah bisa mengontrol penuh peran mereka nantinya, hal itu masih menjadi pertanyaan besar.

Makin menguatnya posisi kelompok Syiah di Irak dan tentunya keterlibatan kelompok Syiah di Iran bisa menyulitkan Irak menyelesaikan persoalan sektarian ini. Kita juga melihat peran Arab Saudi mendukung kelompok Sunni, sedangkan Iran mendukung Syiah. Dua kekuatan besar di Timur Tengah ini saling berebut pengaruh di Lebanon, Yaman, Suriah, dan sekarang di Irak.

Pernyataan Abadi hanya berselang dua hari setelah Rusia menyatakan misinya memerangi teroris di Suriah berjalan sukses. NIIS merebut wilayah di Irak dan Suriah pada tahun 2014, dan memproklamasikan kekhalifahan di daerah dengan penduduk sekitar 10 juta jiwa itu.

Mungkin, kalaupun ada serangan kelompok radikal di Irak atau Suriah, tidak akan sedahsyat serangan dalam tiga tahun terakhir ini. Namun, pernyataan Presiden AS Donald Trump yang "mengakui" Jerusalem sebagai ibu kota Israel membuat kelompok ini seperti punya "ideologi" baru yang dapat membuat mereka kembali bergairah.