Heboh. Seru. Mengejutkan. Belum pernah deklarasi calon presiden dan calon wakil presiden seramai dan sedinamis tahun ini. Kedua kubu sama-sama diwarnai dengan kejutan. Ada kejutan kecil di kubu Joko Widodo. Ada kejutan besar di kubu Prabowo Subianto.

Di kubu Joko Widodo (Jokowi) terjadi kejutan kecil. Yang dipilih sebagai calon wakil presiden (cawapres) adalah Ma'ruf Amin. Bukan Mahfud MD yang sejak Kamis (9/8/2018) pagi diberitakan telah menyiapkan diri untuk diperkenalkan sebagai cawapres Jokowi. Bahkan, dalam siaran langsung (live event) di Kompas TV pukul 17.00 masih ada gambar Mahfud menunggu bersama para relawan Jokowi. Ia berkostum kemeja lengan panjang putih, persis seperti yang dikenakan oleh Jokowi yang sedang bertemu dengan para unsur pimpinan partai politik (parpol) koalisi.

Namun, pergantian nama Mahfud dengan Ma'ruf Amin bukan kejutan besar karena Ma'ruf memang selalu masuk daftar cawapres Jokowi semenjak awal, baik dalam daftar sepuluh nama yang dibocorkan oleh Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy maupun lima nama yang disebut oleh Jokowi. Saya sendiri selalu mengerucutkan nama cawapres Jokowi menjadi 3 M: Mahfud, Ma'ruf, dan Moeldoko.

Pengerucutan nama itu didasarkan pada lima kriteria cawapres Jokowi sebagai berikut. Pertama, nonparpol. Cawapres Jokowi pastilah dari nonparpol agar tidak menimbulkan kecemburuan parpol yang lain. Kedua, mampu menjawab isu terkait suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Yang mampu menjawab isu SARA adalah tokoh dari kalangan "hijau". Bisa hijau ulama atau hijau tentara.

Ketiga, berusia senior. Sebab, kalau muda, cawapres Jokowi akan menjadi calon kuat capres pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2024. Keempat, tidak ditolak oleh Megawati Soekarnoputri sebagai ketua partai dari mana Jokowi berasal. Kelima, cocok dengan gaya atau selera Jokowi. Wakil Jokowi waktu menjabat sebagai wali kota di Solo dan gubernur di DKI Jakarta, semua bergaya pejuang (fighter). Ini gaya yang disukai Jokowi.

Pergeseran nama Mahfud ke Ma'ruf Amin adalah pergeseran tekanan pada lima kriteria di atas. Jika mengacu pada selera Jokowi, Mahfud yang dipilih. Sebab, Mahfud memiliki gaya fighter yang disukai Jokowi. Masalah Mahfud ada pada usianya yang dianggap belum terlalu tua sehingga dianggap partai politik mempunyai kemungkinan maju pada Pilpres 2024. Ma'ruf dipilih parpol karena lebih tua dan tidak seagresif Mahfud. Mirip sosok Boediono yang mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat maju kedua kali pada Pilpres 2009.

Kebuntuan politik

Kejutan besar terjadi di kubu Prabowo. Kejutan besar karena nama Sandiaga Uno berada di luar semesta pembicaraan tentang cawapres. Selama ini yang dibincangkan sebagai wakil Prabowo adalah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Salim Segaf Al'Jufrie (Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera), dan Zulkifli Hasan (Ketua Umum Partai Amanat Nasional). Itu dari partai politik. Selain itu, Abdul Somad dan Anies Baswedan jika dari luar parpol. Lalu dari mana munculnya nama Sandiaga Uno?

Sandiaga lahir dari suatu kondisi political culdesac alias kebuntuan politik. Kebuntuan seperti apa? Kebuntuan terkait wakil presiden. Kebuntuan terjadi karena semua partai menghendaki kadernya menjadi wapres Prabowo dan tidak ada yang mau mengalah. Partai Demokrat meminta AHY menjadi wapres Prabowo, tetapi ditolak oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Amanat Nasional (PAN). Partai Demokrat menolak Salim Segaf menjadi wapres Prabowo. PAN tidak memaksakan Zulkifli Hasan, tetapi tidak mau jika yang menjadi wakil Prabowo adalah AHY dan Salim.

Jalan tengah sempat muncul dengan tampilnya nama Abdul Somad dan Anies Baswedan. Akan tetapi, Abdul Somad menolak dengan alasan konsisten di karier dakwah. Anies, konon, menolak karena ingin tetap menjadi Gubernur Jakarta.

Di sini Sandiaga menjadi solusi yang dapat diterima oleh PKS dan PAN. Mengapa diterima oleh PKS? Dugaan sementara karena kursi wakil gubernur DKI Jakarta akan diisi oleh kader PKS. Mengapa diterima PAN? Sandiaga Uno sudah mundur dari Partai Gerindra dan kabarnya akan masuk PAN. Mengapa Partai Demokrat sulit menerima? Karena belum ada insentif yang nyata untuk mereka.

Peluang menang

Lantas, bagaimana peluang menang kedua pasangan dan prospek kampanye Pilpres 2019? Pertanyaan pertama sulit dijawab karena belum pernah ada simulasi pasangan dengan komposisi yang terjadi di atas. Dalam setiap survei, biasanya ada tiga jenis pertanyaan yang dipakai untuk menera kekuatan kandidat. Pertama, menggali elektabilitas capres. Kedua, menggali elektabilitas cawapres. Ketiga, menggali elektabilitas pasangan capres-cawapres.

Untuk pertanyaan pertama, ada banyak data yang tersedia mengingat semenjak 2014 hanya ada dua nama yang surveinya paling tinggi, yakni Jokowi dan Prabowo. Data survei terakhir masih menunjukkan keunggulan Jokowi atas Prabowo. Untuk wapres, nama Ma'ruf Amin dan Sandiaga Uno jarang muncul karena yang banyak disebut selama ini adalah AHY, Anies Baswedan, Gatot Nurmantyo, dan Mahfud MD. Karena itu, peta elektabilitas pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin dan Prabowo-Sandiaga merupakan misteri tersendiri yang menunggu dibuka selubungnya oleh lembaga survei.

Analisis kualitatif yang dapat diberikan sejauh ini adalah dengan melihat latar belakang kedua cawapres. Dengan latar belakang sebagai Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), diharapkan suara warga NU yang berjumlah sekitar 35 persen dari jumlah Muslim di Indonesia dapat mengalir ke pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin. Latar belakang Ma'ruf Amin sebagai orang Banten dan cucu kiai besar Banten juga diharapkan dapat menarik suara pemilih Banten, dan mungkin juga Jawa Barat, di mana pasangan Jokowi-Jusuf Kalla kalah pada tahun 2014.

Adapun pilihan Prabowo kepada Sandiaga juga dengan harapan agar Sandi dapat menarik suara anak muda dan perempuan. Di lihat dari latar belakang suku, Sandi memiliki ayah berasal dari Gorontalo dan ibu dari Jawa Barat. Dengan latar tersebut, ada harapan agar Sandi dapat menarik suara dari kalangan Indonesia timur, khususnya Sulawesi, meski ini agak berat karena Sandi tidak dibesarkan dan bersekolah di Gorontalo. Berbeda dengan Jusuf Kalla yang besar, bersekolah, berbisnis, dan terkenal sebagai tokoh Sulawesi dan Indonesia timur.

Kekuatan parpol

Analisis kualitatif kedua adalah soal kekuatan partai politik yang berada di belakang pasangan calon. Kalau menggunakan peta kursi perolehan suara pada Pilpres 2014, Jokowi-Ma'ruf Amin lebih unggul dengan kekuatan sekitar 60 persen suara versus Prabowo-Sandi 40 persen suara. Namun, ada dua catatan soal kekuatan partai ini. Pertama, kekuatan partai politik pada 2019 pasti berbeda dengan 2014 karena ada yang naik dan ada yang turun. Kedua, militansi partai politik berbeda satu dengan yang lain.

Di kubu Jokowi-Ma'ruf Amin, mesin politik yang paling militan mungkin ada empat. Pertama, PDI Perjuangan karena Jokowi adalah kader asli. Kedua, Partai Nasdem karena selama ini Nasdem selalu loyal kepada Jokowi, termasuk menjadi partai pertama yang mendeklarasikan Jokowi sebagai capres pada Pilpres 2014 dan 2018 ini. Ketiga, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) karena Ma'ruf pernah menjadi Ketua Dewan Syuro PKB dan didukung penuh oleh Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar. Ketiga, PPP karena Ma'ruf pernah menjadi kader PPP dan sama-sama berlatar belakang NU.

Di kubu Prabowo-Sandi, mesin politik paling maksimal tentu ada di Gerindra karena dua nama tersebut adalah ketua umum dan wakil ketua umum
Gerindra. Sekadar catatan, belum pernah terjadi dalam sejarah pilpres di Indonesia bahwa capres dan cawapres berasal dari partai yang sama. Ini sekaligus menjadi kelemahan pasangan Prabowo-Sandi, kecuali jika Sandi benar-benar berganti baju PAN dan mendapatkan dukungan penuh PAN. Sementara PKS tetap dapat diandalkan kekuatan partainya karena selama ini terbukti di berbagai arena.

Terakhir, bagaimana suasana dan arah kampanye Pilpres 2019 ke depan? Yang pertama adalah kampanye pilpres akan bercampur dengan kampanye pemilu legislatif, yang dapat dibagi dua lagi menjadi kampanye partai dan kampanye calon legislatif (caleg). Bagaimana suasananya belum dapat disimpulkan karena belum pernah terjadi sebelumnya.

Yang kedua, diharapkan kampanye dan politisasi isu SARA agak berkurang dengan komposisi pasangan seperti saat ini, di mana wakil Jokowi adalah Ma'ruf Amin dan wakil Prabowo adalah Sandiaga Uno. Yang ketiga, tampaknya isu dan tema besar kampanye Pilpres 2019 akan didominasi oleh soal-soal ekonomi. Penyebabnya, karena isu ekonomi sekarang mendominasi perhatian masyarakat dan kedua cawapres punya latar belakang ekonomi yang kuat. Ma'ruf Amin adalah dosen ekonomi syariah. Sementara Sandiaga Uno seorang pengusaha sukses.