Sepuluh daerah yang sudah menyiapkan anggaran tersebut belum dirilis secara resmi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Begitu juga dengan daerah yang belum mempunyai anggaran sama sekali untuk melaksanakan Pilkada 2015.
Sementara itu , KPU pusat dan KPU daerah sedang berkejaran dengan waktu karena tahapan pilkada harus sudah dimulai pada 15 April 2015 jika memang kita menghendaki pemungutan suara dilaksanakan pada 9 Desember 2015. Hal ini merujuk pada draf peraturan tahapan, program, dan jadwal penyelenggaraan pilkada yang disusun KPU.
Kabupaten Demak dan Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah, adalah dua dari belasan kabupaten/kota yang menyatakan belum mempunyai anggaran sama sekali untuk Pilkada 2015.
Persoalan ini tidak bisa dianggap sederhana. Ketidakpastian terkait anggaran penyelenggaraan pilkada ini bisa saja memantik gejolak di daerah. Efeknya tidak main-main. Pergantian pemerintahan dan pembangunan di daerah bisa kacau-balau jika tidak ada kejelasan dan kepastian terkait dengan penyelenggaraan pilkada.
Laporkan segera
KPU daerah yang akan melaksanakan pilkada bersama dengan KPU pusat mesti segera bersikap. Langkah pertama yang mesti dilakukan adalah, dari semua daerah yang akan melaksanakan Pilkada 2015, segera dilaporkan daerah mana saja yang sudah siap secara anggaran.
Bersamaan dengan itu, KPU juga mesti menyampaikan daerah mana yang masih bermasalah terkait anggaran, bahkan belum mempunyai anggaran sama sekali untuk penyelenggaraan pilkada. KPU harus segera bertemu dengan pemerintah dan DPR untuk mencari jalan keluar dari sengkarut ini.
Bagaimanapun, pemerintah dan DPR adalah dua pihak yang paling pantas dimintai pertanggungjawaban dari persoalan anggaran penyelenggaraan pilkada yang belum jelas. Embrio persoalan yang terjadi hari ini adalah buah dari revisi UU No 1/2015 menjadi UU No 8/2015 yang dilakukan pemerintah dan DPR pada Februari silam.
Pertama, pilihan pemerintah dan DPR yang menarik penyelenggaraan pilkada untuk kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada semester I-2016 pada Desember 2015 patut dipertanyakan. Alasannya, karena ketika perintah untuk menyelenggarakan Pilkada 2015 datang, hampir semua daerah sudah selesai menyusun APBD dan mereka tak menganggarkan biaya penyelenggaraan pilkada dalam APBD 2015 setiap daerah.
Kedua, pengembalian beban penyelenggaraan pilkada ke APBD melalui revisi UU No 8/2015 juga patut disesalkan. Materi yang ada di dalam UU No 1/2015 (sebelumnya Perppu No 1/2014) sudah mengatur penyelenggaraan pilkada dibiayai oleh APBN. Pengaturan ini dipandang cukup baik untuk menghindari daerah yang akan melaksanakan pilkada dari kisruh dalam persiapan anggaran. Pilihan ini juga hendak menghindari konflik kepentingan kepala daerah yang mencalonkan diri kembali.
Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri dan DPR melalui Komisi II mesti menuntaskan persoalan ini secepatnya. Untuk beberapa daerah yang sudah menyatakan memiliki anggaran untuk Pilkada 2015, mesti dicek kembali. Pemerintah, DPR, dan KPU harus memastikan, setidaknya empat target perbaikan penyelenggaraan pilkada nantinya sudah diakomodasi dengan baik. Pertama, anggaran yang sudah ada mesti memenuhi aktivitas sosialisasi penyelenggaraan pilkada kepada masyarakat secara maksimal. Kedua, penganggaran yang sudah ada sudah bisa mengakomodasi pembentukan dan konsolidasi penyelenggara pemilu sampai ke tingkat TPS.
Ketiga, besaran anggaran sudah memenuhi semua kebutuhan logistik pelaksanaan pemilu berikut dengan pendistribusiannya. Keempat, ketersediaan anggaran pelaksanaan pilkada di setiap daerah sudah memastikan pembiayaan empat
Penyelenggaraan Pilkada 2015 tidak boleh ada di atas prinsip "asal pilkada langsung" saja. Namun, persiapan pilkada serentak gelombang pertama ini harus semaksimal mungkin. Jika asal-asalan, agak sulit berharap ada perbaikan dalam penyelenggaraan pilkada, belajar dari pelaksanaan pilkada dalam rentang tahun 2005-2012.
Opsi penundaan
Jika melihat kondisi hari ini, persiapan penyelenggaraan pilkada untuk beberapa daerah jauh dari maksimal. Ketika tahapan pilkada segera menjelang, anggaran untuk pelaksanaan pilkada pun masih belum ada. Beberapa daerah yang masih belum mempunyai anggaran untuk pilkada harus segera diberi kepastian. Begitu juga dengan daerah yang sudah memiliki anggaran, tetapi belum bisa dipastikan dapat menyelenggarakan pilkada secara maksimal, harus segera dilaporkan kepada masyarakat, pemerintah, dan DPR.
Jika memang salah satu solusi persoalan anggaran untuk melaksanakan pilkada di Desember 2015 ini menggunakan APBN, tentu harus segera dibuatkan payung hukumnya. Selain payung hukum, mekanisme penganggaran, penggunaan, dan pelaporan juga mesti dipastikan dari awal. Karena konsekuensi dari pembiayaan menggunakan APBN, tentu saja harus didahului dengan perubahan alokasi anggaran untuk pelaksanaan pilkada di beberapa daerah.
Namun, jika pemerintah dan DPR tidak bisa segera memastikan jalan keluar dari masalah ini, penyelenggaraan pilkada pada Desember 2015 sebaiknya ditunda untuk keseluruhan. Pilihan ini adalah langkah yang paling rasional untuk diambil jika melihat persiapan penyelenggaraan pilkada yang serba terburu-buru. Usulan waktu penundaan bisa ditetapkan di Juni 2016, sebagaimana usulan yang pernah disampaikan kepada pembentuk undang-undang ketika dilaksanakan revisi UU beberapa waktu yang lalu.
Kita jangan menjadi keledai yang sering jatuh di lubang yang sama. Percuma memaksakan pelaksanaan pilkada pada Desember 2015 jika persoalan yang dulu muncul terulang kembali di rezim yang baru ini.
FADLI RAMADHANIL
Peneliti Perkumpulam untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 18 April 2015, di halaman 7 dengan judul "Sengkarut Anggaran Pilkada".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar