Setelah mendapat persetujuan DPR, Presiden Joko Widodo melantik Badrodin Haiti sebagai Kapolri ke-22. Kita bersyukur satu masalah yang kompleks bertali-temali antara hukum, politik, dan sosial kemasyarakatan itu bisa diselesaikan.
Tidak mungkin Polri yang memiliki lebih dari 400.000 anggota dibiarkan lama tanpa pimpinan. Hampir tiga bulan bangsa ini berselisih pendapat untuk mengisi jabatan Kapolri setelah Jenderal (Pol) Sutarman diberhentikan dengan hormat oleh Presiden Joko Widodo pada 16 Januari 2015.
Pergantian Kapolri kali ini memunculkan persaingan di tubuh kepolisian dan memicu gejolak di masyarakat. Hubungan Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi kembali terganggu setelah KPK menetapkan calon Kapolri Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka. Penetapan KPK itu kemudian dikoreksi hakim praperadilan Sarpin Rizaldi. Hakim Sarpin menyatakan penetapan tersangka Budi Gunawan adalah tidak sah.
Penetapan tersangka Budi Gunawan itu kemudian diikuti penetapan tersangka dua unsur pimpinan KPK, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, yang disebut pers sebagai kriminalisasi. Tuduhan kriminalisasi itu dibantah kepolisian. Karena terjadi pro kontra di masyarakat, Presiden Jokowi batal melantik Budi Gunawan yang sudah disetujui DPR sebagai Kapolri. Kita hargai jiwa besar Budi Gunawan yang menerima keputusan Presiden yang tidak melantik dirinya.
Pekerjaan rumah kini berada di pundak Badrodin. Konsolidasi organisasi di kepolisian menjadi penting. Badrodin harus memastikan komando kepolisian sudah berada penuh di pundaknya. UU Kepolisian menempatkan Polri sepenuhnya berada di bawah Presiden. Artinya, kepolisian secara hierarki harus tunduk kepada Presiden. Konsolidasi organisasi termasuk di dalamnya adalah pengisian jabatan Wakil Kepala Polri yang ditinggalkan Badrodin. Sosok Wakapolri haruslah orang yang mampu mempersolid kepolisian dan tidak menimbulkan masalah baru.
Badrodin juga diharapkan mampu membangun kembali kerja sama dengan KPK. Komunikasi dua pimpinan lembaga itu harus kembali dirajut. Rencana mengkriminalkan pimpinan KPK atas tuduhan penyalahgunaan kewenangan berkaitan kasus Budi Gunawan harus benar-benar dipertimbangkan secara masak. Pertikaian lembaga hanya akan membuat koruptor, penjarah uang negara, tertawa.
Karena masa jabatan tidak terlalu lama, sekitar 15 bulan, Badrodin perlu membuat skala prioritas pembenahan di tubuh kepolisian yang bisa mempercepat pulihnya kepercayaan publik pada kepolisian. Salah satunya yang bisa dilakukannya adalah perbaikan layanan kepolisian kepada masyarakat dan pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 18 April 2015, di halaman 6 dengan judul "Pekerjaan Rumah Badrodin".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar