Prabowo adalah pesaing Joko Widodo pada Pemilu Presiden 2014. Dalam pertemuan keempat kali di Istana Merdeka, Prabowo mengatakan, "Ini budaya yang kami tunjukkan kepada generasi muda. Beliau pernah menjadi rival saya, tetapi kami tetap bersahabat." Prabowo pun menunjukkan komitmennya, "Saya sampaikan, tidak akan menjegal bapak karena saya yakin bapak Merah Putih, saya pegang komitmen saya" (Kompas, 18 November 2016).
Pernyataan Prabowo patut diapresiasi. Di tengah hiruk-pikuk media sosial yang tidak terkendali dan membikin sebagian pihak khawatir, pernyataan Prabowo menunjukkan komitmen dan kepercayaannya pada sistem demokrasi. Regularitas pemerintahan yang menjadi ciri demokrasi yang matang (mature democracy) diyakini Prabowo dengan pernyataannya, "tidak akan menjegal bapak".
Demokrasi bukan berarti tanpa kritik apa pun terhadap jalannya pemerintah. Tanpa kritik, pemerintah bisa saja salah arah dan menjadi otoriter serta bisa melenceng dari tujuan bernegara, yakni menyejahterakan rakyat dan menghadirkan keadilan sosial. Kita mendorong partai politik berperan lebih optimal menyalurkan aspirasi masyarakat dan mengagregasikan kepentingannya dalam bingkai sistem politik demokrasi. Partai politik juga punya peran melakukan pendidikan politik terhadap masyarakat.
Setelah bertemu dengan sejumlah pemimpin ormas Islam, kita mendorong pimpinan partai politik bisa duduk bersama secara periodik untuk membahas masalah bangsa, eksistensi NKRI, Pancasila, kemajemukan bangsa, serta supremasi hukum. Penetrasi media sosial yang tidak terkontrol harus menjadi isu yang patut dibicarakan karena berpotensi memecah harmoni anak bangsa. Pertemuan bersama pimpinan partai politik, tentunya dengan pemahaman peran dan posisi masing-masing, bisa menghadirkan politik yang lebih sejuk. Politik yang sejuk, bijak, dan hemat dalam berkata-kata akan bisa menciptakan situasi sosial-politik bangsa lebih tenang. Cara berkomunikasi dan pesan yang disampaikan menunjukkan tokoh politik itu sekadar politisi yang berburu kekuasaan atau seorang negarawan yang memikirkan nasib bangsa.
Presiden Joko Widodo adalah orang biasa yang menjadi presiden melalui jalan demokrasi serta tidak punya beban masa lalu, punya modal sosial untuk memprakarsai silaturahim antarpimpinan partai politik. Jangan biarkan bangsa ini tersandera oleh relasi personal antarelite yang kurang baik. Duduk bersama untuk membangun komunikasi yang jujur di panggung depan ataupun panggung belakang politik menjadi kebutuhan bangsa saat ini.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 19 November 2016, di halaman 6 dengan judul "Budaya Politik Baru".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar