Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 19 November 2016

Tarif Angkot//Simbol Negara//Tanggapan Kelapa Dua (Surat Pembaca Kompas)

Tarif Angkot

Usaha pemerintah Bandung memperbaiki kota agar nyaman untuk penduduknya perlu juga diperlebar untuk menjangkau tarif angkot. Selama ini pengguna angkot adalah rakyat jelata dan pelajar. Merekalah yang paling sering dirugikan dengan tarif yang bebas diterapkan tiap angkot.

Misalnya ketika berkunjung ke Trans Studio Mall dari Jalan Suci, saya ditarik tarif yang berbeda-beda. Pernah membayar Rp 4.000, di lain waktu Rp 5.000 bahkan Rp 6.000. Tarif yang bervariasi juga berlangsung untuk tujuan lain. Perbedaan tarif memang hanya berkisar Rp 500-Rp 2.000, tetapi tetap saja hal itu membuat tidak nyaman.

Meski sudah banyak yang mengeluhkan hal ini, pemerintah daerah hingga saat ini belum juga menangani masalah ini. Tak hanya warga yang dirugikan dengan tidak adanya penetapan tarif angkot, tetapi juga sopir angkot. Saya beberapa kali mendapati sopir angkot yang mengeluh lantaran penumpang membayar kurang dari tarif yang dia taksir. Penumpang tidak mau dan berlalu begitu saja.

Pemberlakuan tarif yang sesuai rute bisa ditempel dengan stiker di angkot atau dimuat di laman resmi pemerintah daerah di internet. Dengan begitu, warga dan wisatawan luar tak ragu lagi jika ingin menggunakan angkot di Bandung.

EVA SRI RAHAYU, MAHASISWI ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS SANGGA BUANA YPKP BANDUNG

Simbol Negara

Presiden adalah simbol negara yang dipilih rakyat secara demokratis. Oleh karena itu, menghina presiden berarti juga menghina rakyat pemilihnya.

Menyikapi secara kritis kebijakan presiden dapat dilakukan dengan cara yang beradab dan beretika. Jika benar terjadi penghinaan terhadap presiden, betapa pun diungkapkan dengan rekayasa kalimat orasi yang canggih, aparat penegak hukum harus menindak tegas tersangka pelakunya tanpa pandang bulu. Apabila tidak, hal ini akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum dan masa depan bangsa.

I APRIADI,BINTARO JAYA, TANGERANG SELATAN

Tanggapan Kelapa Dua

Dalam surat pembaca di Kompas (9/11), Sdr Liem yang beralamat di Gading Serpong menyatakan telah mendatangi kantor Kelurahan Kelapa Dua untuk meminta surat pengantar membuat KTP pada 10 September 2016 dan selanjutnya mengambil nomor antrean pelayanan KTP pada 11 September 2016 di Kantor Kecamatan Kelapa Dua.

Kami jelaskan, baik di kelurahan maupun di kecamatan tidak melayani pembuatan surat pengantar atau permohonan e-KTP/KK baru pada Sabtu dan Minggu, kecuali untuk mengerjakan berkas/inputdata permohonan e-KTP/KK yang masuk pada hari kerja sebelumnya.

Terkait nomor antrean yang disembunyikan di belakang printer oleh petugas, karena kondisi masyarakat membeludak mengajukan permohonan pembuatan e-KTP baru/KK, ada pengaturan pembagian nomor. Semula di ruang pelayanan lalu dialihkan ke ruang satpol PP. Nomor dibagi jadi tiga: nomor merah untuk permohonan e-KTP yang belum pernah perekaman e-KTP, biru untuk permohonan e-KTP bagi yang sudah pernah perekaman e-KTP/penggantian e-KTP, hijau untuk pengambilan berkas.

Mungkin saja yang dilihat bertumpuk adalah nomor antrean pengambilan berkas. Nomor antrean merah dari mulai dibuka loket pukul 06.00 sudah habis pukul 07.00 karena masyarakat sudah antre sejak dini hari.

Terkait permintaan uang oleh petugas pelayanan pada saat penyerahan berkas, kami meminta maaf apabila ada oknum atau yang mengaku sebagai aparatur kecamatan dan meminta uang dalam melayani masyarakat. Camat Kelapa Dua telah mengeluarkan surat edaran tentang larangan pungli dan terus membina aparaturnya sebagai upaya pencegahan praktik pungli. Masyarakat dapat melapor langsung kepada camat apabila menemukan oknum yang melanggar.

Dikatakan Sdr Liem menyatakan telah mengirim surat pengaduan kepada Camat Kelapa Dua. Namun, dalam Buku Surat Masuk Kantor Kecamatan Kelapa Dua dari 11 september 2016 sampai tanggal diterbitkannya surat tanggapan ini, tidak ada surat pengaduan yang masuk.

Kami juga berusaha mencari berkas permohonan atas nama Liem untuk meminta klarifikasi langsung dan memberikan penjelasan terkait permasalahan ini, tetapi kami tidak menemukan berkas permohonan e-KTP yang bersangkutan.

DESYANTI SH MH, KASUBAG UMUM DAN KEPEGAWAIAN KECAMATAN KELAPA DUA KABUPATEN TANGERANG

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 19 November 2016, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger