Selama tiga hari berturut-turut, sejak Senin (21/1/2019) harian ini melaporkan perkembangan transportasi publik yang berbasis jalan raya, tak hanya di Ibu Kota, tetapi juga di daerah lain. Keberhasilan Transjakarta mendorong daerah lain untuk mengembangkan model angkutan umum yang sama, menggunakan bus atau bus rapid transit (BRT). Kemampuan setiap daerah atau kota memang berbeda sehingga Transjakarta tak bisa sepenuhnya direplikasi di daerah lain.
Harus diakui pula, keberadaan Transjakarta, yang untuk pertama kali beroperasi pada 15 Januari 2004, membentuk peradaban baru dalam mobilitas warga Jakarta. Memang belum sepenuhnya warga berubah. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam seminar yang diadakan Persatuan Wartawan Indonesia Pusat, Selasa (22/1), mengakui sekitar 75 persen warga yang datang ke Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, menggunakan kendaraan pribadi. Baru sekitar 25 persen yang menggunakan kendaraan umum. Perlahan tetapi pasti, jumlah pengguna angkutan umum di DKI meningkat.
Apalagi, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, didukung pemerintah pusat, mengembangkan Transjakarta terkoneksi dengan moda raya terpadu (MRT), angkutan publik lain yang terintegrasi JakLingko, kereta api ringan (LRT), dan kereta komuter. Pengguna angkutan umum kian dimudahkan, dan pengguna kendaraan pribadi seperti di negara maju makin tak diuntungkan, misalnya dengan tarif parkir yang mahal.
Kebijakan dalam bidang transportasi publik bukan sekadar untuk membatasi jumlah kendaraan di jalanan dan mengatasi kemacetan. Pengembangan transportasi publik merupakan bagian dari rekayasa untuk membuat kehidupan warga dan kota kian sehat dan sejahtera. Indeks Kota Cerdas Indonesia (IKCI) 2018 yang disusun Kompas, mengacu pada konsep kota cerdas dari Boyd Cohen, pegiat kota cerdas internasional, memasukkan dimensi transportasi publik (mobilitas) sebagai satu faktor penentu, selain lingkungan cerdas, ekonomi, pemerintahan, masyarakat, dan kualitas hidup. Kota cerdas harus memiliki sistem transportasi publik yang cerdas pula.
Transportasi publik yang nyaman dan terjangkau membuat mobilitas warga kota pun mudah. Kondisi ini akan mendorong perekonomian kota tumbuh. Interaksi antarwarga meningkat. Pada gilirannya warga akan melahirkan inovasi dan kreativitas yang menghidupi warga dan kotanya sekaligus.
Kementerian Perhubungan mendorong pemerintah daerah lain mengembangkan sistem transportasi publik yang cerdas, tak hanya di Jakarta. Bantuan bus saja memang tak memadai untuk mengubah wajah dan peradaban kota. Perlu komitmen kuat dari pemerintah daerah, wakil rakyat, serta masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar