Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 13 Februari 2019

CATATAN IPTEK: Siklus Gempa (AHMAD ARIF)

KOMPAS/AHMAD ARIF
Aktivitas kegempaan di segmen megathrust Mentawai dikhawatirkan mendekati siklus gempa besar yang berpotensi tsunami. Kondisi Kota Padang, Rabu (6/2), hampir dua pertiga atau sekitar 618.000 warga kota ini tinggal di kawasan pesisir yang rentan terdampak tsunami. Kompas/Ahmad Arif

Gempa beruntun yang mengepung Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat pada tanggal 2 dan 5 Februari 2019 menjadi alarm yang mengingatkan kembali tentang ancaman bahaya dari zona patahan raksasa di kawasan ini. Upaya mitigasi besar-besaran dilakukan, namun kapan gempa itu akan terjadi masih menjadi misteri alam.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Doni Monardo dan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Dwikorita Karnawati, serta sejumlah pakar  telah ke Padang dan Mentawai, untuk menyiapkan masyarakat darikemungkinan terburuk. Salah satu pakar gempa yang turut serta adalahDanny Hilman Natawidjaja dariLembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Danny telah meneliti siklus gempa bumi di barat Sumatera sejak belasan tahun lalu dan meyakini segmenmegathrust (patahan raksasa) Mentawai telah berada di ujung siklus.Bahkan, setahun sebelum tsunami Aceh 2004, dia telah menyampaikan tentang ancaman gempa bumi besar dari segmen Mentawai ini (Kompas2 Oktober 2003).

Keberulangan gempa bumi dan tsunami di kawasan ini, menurutDanny, terjadi setiap 200 – 300 tahun.Perulangan gempa ini diketahui berdasarkan jejak pada koral atolgenus porites mikroatol yang banyak tumbuh di perairan Mentawai, Simeulue, Nias, dan pulau-pulau laindi barat Sumatera

Perulangan gempa ini diketahui berdasarkan jejak pada koral atol genusporites mikroatol yang banyak tumbuh di perairanMentawai, Simeulue, Nias, dan pulau-pulau lain dibarat Sumatera

Koral ini akan tumbuh hingga mendekati permukaan laut. Apabila pantai terangkat karena gempa, tubuh mikroatol yang tersembul ke atas air akan mati. Namun, bagian koral yang masih berada dalam air akan tetap hidup. Sebaliknya, apabila muka pantai turun setelah periode gempa, koral akan tenggelam dan bagian atasnya akan bertambah tinggi hingga mendekati permukaan. Dari siklus hidup dan matinya mikroatol ini, Danny menemukan, proses naik dan turunnya pulau-pulau di pantai barat Sumatera akibat gempa telahberulangkali terjadi. 

Sedangkan untuk mengetahui potensi energi yang tersimpan diketahui dari pergeseran puluhan alat Global Positioning System (GPS) menerus yang dipasang di kawasan ini. Laju pergeseran lempeng di zona subduksi ini yang mencapai 5 sentimeter per tahun dikalikan dengan rentang kejadian gempa besar terakhir.

Di segmen ini sebenarnya pernah terjadi gempa berkekuatan M 7,9 pada tahun 2007 dan M 7,8 pada 2010. Namun demikian, masih ada duapertiga bagian yang belum runtuhsehingga potensi gempanya masih bisa mencapai M 8,8 jika dihitung dari energi yang tersimpan selama 222 tahun sejak gempa besar terakhir pada1797.

Catatan kolonial menunjukkan, gempa10 Februari 1797 itu terjadi pada 22.00 malam dan diikuti tsunami. Sekalipun memiliki pengetahuan lokal tentang gempa, namun orang Mentawai takmerekam tsunami. Catatan kolonial juga tak menyebut dampak tsunami di Mentawai. Hal ini karena hingga tahun-tahun itu, masyarakat dikepulauan ini masih tinggal di pedalaman yang aman dari sapuan tsunami.

Sekalipun memiliki pengetahuan lokal tentang gempa, namun orangMentawai tak merekamtsunami. Catatan kolonial juga tak menyebut dampak tsunami di Mentawai.

Kehancuran akibat tsunami hanyaterekam di pesisir Padang. Disebutkan, gelombang tsunami menghancurkan permukiman di Air Manis (Padang Selatan) dan menewaskan 300 orang. Satu kapal terbawa hingga 5,5 kilometer ke daratan (Soloviev dan Go, 1974).

Kompas, 13 Februari 2019

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger