PHOTO BY KIRILL KUDRYAVTSEV / POOL / AFP

Presiden Rusia Vladimir Putin (kanan) berjabatan tangan dengan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe saat keduanya bertemu di Kota Vladivostok, 10 September 2018.

Perang Dunia II berakhir lebih dari tujuh dekade silam. Namun, bagi Jepang dan Rusia, ada sisa dari perang besar itu yang masih mengganjal hubungan mereka.

Pada pengujung Perang Dunia II, pasukan Uni Soviet (kini Rusia) mengambil alih dari Jepang empat pulau paling selatan di Kepulauan Kuril. Sengketa atas pulau-pulau itu membuat Soviet belum menandatangani perjanjian perdamaian resmi dengan Jepang. Meski demikian, Jepang dan Soviet menandatangani Deklarasi Bersama tahun 1956 untuk menandai berakhirnya perang dan pemulihan hubungan diplomatik. Adapun negara-negara Sekutu telah menandatangani perjanjian damai dengan Jepang, yang dikenal sebagai Perjanjian San Francisco, tahun 1951.

Dalam Deklarasi Bersama Jepang-Soviet tahun 1956 disebutkan, Tokyo akan menerima dua pulau kecil dari empat pulau yang menjadi sengketa setelah tercapainya perjanjian damai di antara kedua negara. Sampai kini hal itu belum terwujud.

Pada November lalu, dalam Pertemuan Puncak ASEAN, Presiden Rusia Vladimir Putin dan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe setuju untuk memperbarui negosiasi yang berlandaskan pada prakarsa Soviet dulu untuk mengembalikan dua dari keseluruhan pulau yang menjadi sengketa, dengan imbalan perjanjian damai. Lalu, awal Januari, muncul pernyataan dari Abe bahwa penduduk di pulau-pulau yang menjadi sengketa perlu bersiap-siap untuk menghadapi pergantian penguasa. Dengan kata lain, Jepang penuh percaya diri bahwa penyerahan pulau akan dilakukan sehingga penduduknya bakal berada di bawah pemerintahan yang berbeda.

Hal itu memicu sikap keras Rusia. Menurut Moskwa, apa yang disampaikan Abe tak ubahnya upaya untuk merusak kondisi di seputar isu perjanjian damai dan pengembalian pulau-pulau. Rusia kemudian menegaskan bahwa Jepang harus terlebih dahulu mengakui kedaulatan Rusia atas Kepulauan Kuril sebelum kemajuan perundingan dapat dicapai.

Dengan latar belakang kekecewaan Rusia atas pernyataan Jepang itu, Putin menerima Abe di Moskwa pada 22 Januari. Tidak ada kemajuan berarti dalam pertemuan mereka, selain kesediaan kedua pemimpin untuk terus melanjutkan negosiasi. Putin dan Abe sama-sama mengakui isu Kepulauan Kuril sangat pelik.

Seperti diberitakan harian ini, kemarin, Abe pada Kamis (7/2/2019) berbicara dalam pertemuan dengan bekas warga Jepang yang dulu tinggal di Kepulauan Kuril. Pernyataan Abe tergolong lunak karena tak secara tegas menuntut dikembalikannya kedaulatan Jepang atas pulau-pulau yang menjadi sengketa.

Abe, yang sudah bertemu Putin 25 kali, lebih menekankan pentingnya fokus pada upaya mewujudkan perjanjian damai dengan Rusia. Rentang waktu lebih dari 70 tahun pasca- Perang Dunia II tampaknya tak membuat penyelesaian sengketa atas Kepulauan Kuril menjadi lebih mudah.


Kompas, ‎9 Februari 2019