Sejumlah keputusan Susilo Bambang Yudhoyono dalam Kongres Luar Biasa Partai Demokrat menimbulkan kesan dia bingung menyikapi kondisi partainya. Sejumlah keputusan juga dianggap bertentangan dengan pernyataannya terkait kepemimpinan partainya.
Demikian disampaikan pengajar Kebijakan Publik Universitas Indonesia, Andrinof Chaniago, dan Yunarto Wijaya dari Charta Politika, secara terpisah, Minggu (31/3), di Jakarta.
Andrinof mengatakan, Yudhoyono harus mencari alasan pembenar atas langkahnya menunjuk Syarifuddin Hasan sebagai Ketua Harian dan EE Mangindaan selaku Ketua Harian Dewan Pembina. Pasalnya, mereka adalah menteri dan Yudhoyono berkali-kali mengingatkan agar menteri fokus mengerjakan tugas pemerintahan daripada partai.
"Dalam pidatonya pada Sabtu malam, Yudhoyono mengatakan, tugas harian akan dilakukan oleh Ketua Harian dan Wakil Ketua Majelis Tinggi, yaitu Marzuki Alie. Jadi, Syarifuddin Hasan, EE Mangindaan, dan Marzuki Alie akan disibukkan oleh tugas harian partai. Lalu, kapan mereka menjalankan tugas sebagai menteri dan Ketua DPR?" tanya Andrinof.
Menurut dia, keputusan Yudhoyono itu akhirnya hanya menambah masalah setelah dia bersedia menjadi Ketua Umum Partai Demokrat. "Dengan Yudhoyono menjadi ketua umum, Demokrat semakin tergantung pada figur dia dan keluarganya. Padahal, berkali-kali Yudhoyono mengatakan, Partai Demokrat adalah partai modern sehingga tidak tergantung kepada figur, tetapi sistem," ucap Andrinof.
Ia melihat, berbagai keputusan Yudhoyono itu menunjukkan kebingungannya dalam menghadapi kondisi Partai Demokrat. "Oleh karena semua terpusat ke Yudhoyono, diduga para kader Partai Demokrat menjadi sungkan dan takut memberi masukan. Semua diserahkan kepada Yudhoyono. Ini makin membuat Yudhoyono bingung dan mungkin kesepian sehingga berpotensi membuat blunder," ujarnya.
Ray Rangkuti, Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia, menilai, keputusan Yudhoyono memperlihatkan bahwa jargon-jargon ideal berbangsa dan bernegara telah dikalahkan. Negara kalah karena untuk pertama kali dalam sejarah partai politik dalam era Reformasi, semua jabatan dalam struktur partai politik diketuai seorang individu.
Prinsip negara agar partai dikelola secara partisipatif dan bagian dari pendidikan politik masyarakat hilang musnah dengan praktik tersebut. Struktur Partai Demokrat sekarang ini jelas mengaburkan pertanggungjawaban dan fungsi-fungsi tiap struktur partai secara internal.
"Jelas semangat seperti ini melecehkan prinsip demokrasi yang pada hakikatnya menginginkan adanya pembagian kekuasaan yang saling mengoreksi dan seimbang," ungkap Ray.
Menurut pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Ikrar Nusa Bhakti, Yudhoyono tidak memberikan teladan. Presiden seharusnya lebih fokus pada masalah negara. Hal itu juga menjadi antitesis dari pernyataan Presiden yang kerap mengimbau para menteri dari jajaran partai politik untuk fokus pada tugas negara dan tidak sibuk dengan urusan partai.(Kompas cetak, 1 April 2013))
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar