Kekerasan seksual terhadap anak perlu jadi perhatian. Kekerasan atau lebih tepatnya kejahatan seksual, menurut Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait, mendominasi selama tiga tahun terakhir. Komnas PA menyatakan 2013 sebagai tahun siaga kejahatan seksual. Trennya meningkat. Kita kutip data Komnas PA. Dari 2.637 kasus kejahatan terhadap anak tahun lalu, 1.635 kasus di antaranya kejahatan seksual. Sementara selama Januari-Juli 2013 tercatat 1.824 kasus, dengan 724 kasus di antaranya kejahatan seksual. Artinya, selama tiga tahun terakhir, selain kekerasan terhadap anak naik, bentuk kejahatan seksual naik lebih tinggi.
Dari ribuan kasus kejahatan seksual terhadap anak itu, 90 persen menimpa anak perempuan dan 82 persen terjadi di kalangan masyarakat ekonomi menengah ke bawah dengan pelaku hampir 100 persen orang dewasa dari kelas menengah. Tak perlu kita ingatkan kasusnya. Kita sedih mengingatnya walaupun tak bisa melupakan. Kasus serupa lebih banyak yang tidak terpantau media yang niscaya lebih banyak lagi, belum yang tidak dilaporkan ke polisi atau ke Komnas PA. Kita prihatin sebab hampir semua dilatarbelakangi persoalan kemiskinan dan dimanfaatkan pria dewasa dari kelas menengah, selain minimnya pengetahuan hak anak dan keberanian memperjuangkannya.
Terkait faktor masalah kemiskinan, kasus anak diperjualbelikan, anak dipekerjakan, bayi disewakan untuk mengemis di Jakarta, anak dinikahkan paksa—sekadar besaran contoh yang terangkat ke media massa—sebentar heboh, segera dilupakan, sesudahnya terulang kembali.
Ketidakpedulian itulah kata kunci. Untuk masa depan Indonesia, tren ini soal serius, yang diperparah ketidakhadiran praksis pemerintahan, dan kondisi Indonesia yang semakin tidak human bagi anak. Ketika mereka tak disiapkan menghadapi masa depan, sebenarnya Indonesia bangkrut bukan lagi wacana, melainkan kecenderungan potensial.
Akibat kejahatan seksual terhadap anak, bukan hanya sekarang, melainkan ke depan, secara psikologis dan sosial merusak masa depan anak. Korban menanggung trauma psikologi dan sosial berkepanjangan. Data Komnas PA lebih menyentuh kita karena faktor kedekatan, menunjukkan betapa kejahatan seksual terhadap anak tidak kalah mengerikan dibandingkan dengan kejahatan kemanusiaan lain, seperti kasus narkoba, terorisme, dan korupsi.
Kita dukung penetapan tahun 2013 sebagai tahun siaga kejahatan seksual terhadap anak. Pernyataan itu perlu dukungan politis dan langkah implementasi konkret. Kita setuju penetapan tema Hari Anak Nasional 2013 yang berfokus pada rumah yang ramah bagi anak. Sebab, pelaku kekerasan, termasuk kejahatan seksual terhadap anak, berasal dari lingkungan: sekitar 30 persen keluarga dekat, 60 persen kenalan, dan hanya 10 persen orang asing.
(Kompas, 23 Juli 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar