Juni lalu Quacquarelli Symonds, sebuah lembaga pemeringkat universitas yang terkenal berlokasi di London, Inggris, sudah mengeluarkan hasil pemeringkatannya dengan informasi bahwa semua universitas top di Indonesia turun peringkatnya.
Untuk tingkat Asia, UI turun dari ke-59 (tahun 2012) ke peringkat ke-64 (2013), ITB dari ke-113 ke ke-129, dan UGM dari ke-118 ke ke-133. Tentu saja ini tidak lalu berarti malapetaka. Di pihak lain, kita juga tidak boleh memandang ringan. Agar dapat memaknai dengan benar tentang "pemeringkatan universitas", kita perlu mempunyai pemahaman yang cukup tentang hal itu.
Pemeringkatan universitas dikembangkan pertama kali oleh US News and World Report pada 1981 dalam rangka memenuhi keinginan masyarakat adanya transparansi dan perbandingan data tentang institusi pendidikan tinggi. Pemeringkatan yang dilakukan ini banyak dikritik karena memang tidak mudah membuat tolok ukur pemeringkatan.
Walaupun demikian, sistem pemeringkatan ini banyak disam- but calon mahasiswa dan orangtua karena informasi ini diperlukan para mahasiswa dan orangtua yang akan menginvestasikan uang mereka dalam bentuk biaya pendidikan.
Walaupun sistem pemeringkatan ini banyak menerima kritik, dari tahun ke tahun ia se- makin populer dan menjadi referensi banyak orang. Tidak mengherankan apabila lalu muncul banyak lembaga pemeringkat universitas di seluruh dunia. Setiap lembaga mempunyai metode. Lembaga pemeringkat ini ada yang dibuat oleh institusi swasta, ada juga oleh institusi pemerintah. Amerika Serikat, Inggris, Spanyol, Nigeria, Pakistan, dan Kazakhtan adalah beberapa contoh negara yang melakukan pemeringkatan universitas di dalam negeri masing-masing.
Banyak tolok ukur
Melakukan pemeringkatan universitas bukanlah hal sederhana sebab dibutuhkan banyak tolok ukur. Namun, dapat dirangkum dari sejumlah lembaga pemeringkatan yang ada, pada dasarnya ada delapan tolok ukur. Pertama, karakteristik calon mahasiswa yang masuk, misalnya mahasiswa dari luar negeri. Kedua, banyak tenaga dosen yang dimiliki. Ketiga, sumber daya keuangan dan aset universitas. Keempat, kualitas lingkungan kegiatan belajar mengajar. Kelima, kemampuan yang diperoleh mahasiswa sebagai hasil belajarnya di universitas. Keenam, kontribusi lulusan lembaga pendidikan itu terhadap masyarakat. Ketujuh, kualitas dan banyak hasil penelitian sivitas akademika. Kedelapan, reputasi lembaga, misalnya peraihan Nobel, oleh para sivitas akademikanya.
Untuk memperoleh data sebagai dasar pemeringkatan, biasanya lembaga pemeringkat menempuh tiga cara. (1) Pihak ketiga yang independen, misalnya pemerintah yang secara teratur mengoleksi data dari universitas. (2) Sumber universitas: tentu saja data yang lengkap dan detail suatu universitas ada pada universitas itu sendiri. (3) Data hasil survei yang dilakukan oleh lembaga lain yang bonafide.
Dikaitkan dengan tolok ukur ini, lembaga Quacquarelli Symonds (QS) sebenarnya hanya menggunakan tolok ukur nomor 1, 2 , 7, dan 8. Setiap nomor dengan bobot 10 persen, 20 persen, 20 persen, dan 50 persen. Dengan kata lain, QS memberi bobot tinggi kepada tolok ukur reputasi lembaga. Dengan kata lain, prestasi hasil penelitian sivitas akademika universitas kurang diberi bobot.
Adapun Webometrics, sebuah lembaga pemeringkatan terkenal lain yang berlokasi di Spanyol, menggunakan tolok ukur no 3, 5, dan 7, masing-masing dengan bobot 16 persen, 50 persen, dan 34 persen. Webometrics memberi bobot tinggi pada kinerja dan hasil penelitian sivitas akademika universitas itu. Tak heran apabila suatu universitas bisa memperoleh peringkat tinggi di sebuah lembaga pemeringkatan tertentu, tetapi di lembaga pemeringkat lain peringkatnya rendah.
Sebagai contoh, pada hasil pemeringkatan Webometrics Januari 2013, tiga universitas top di Indonesia mempunyai peringkat Asia. UGM peringkat ke-70, ITB peringkat ke-81, dan UI peringkat ke-95. Jadi, menurut pemeringkatan oleh Webometrics, ketiga universitas top di Indonesia semuanya masuk the best top 100 universities in Asia.
Dengan penjelasan seperti itu, diharapkan masyarakat cukup punya pemahaman tentang pemeringkatan universitas. Diharapkan masyarakat dapat memberi apresiasi yang benar tentang hal itu. Di lain pihak, usaha-usaha nasional menaikkan peringkat universitas di Indonesia memang perlu terus dilakukan secara riil ataupun secara formal. Secara riil, agar kualitas lembaga pendidikan universitas kita benar-benar terus meningkat kualitasnya. Secara formal, agar ketika universitas-universitas kita di peringkat oleh lembaga pemeringkat tersebut, peringkat universitas-universitas kita memperoleh tempat terhormat. Mau tidak mau, suka tidak suka, pemeringkatan internasional ini membawa nama baik bangsa.
Eko Nugroho
Dosen Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada
(Kompas cetak, 15 Juli 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar