Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 06 Januari 2014

Menyoalkan Harga Elpiji (Tajuk Rencana Kompas)

Memasuki tahun 2014 banyak rumah tangga merasakan tekanan akibat meningkatnya pengeluaran karena harga kebutuhan sehari-hari naik.
Kenaikan harga sudah dirasakan sejak tahun lalu, mulai dari harga bahan bakar minyak, tarif listrik naik 15 persen, dan harga bahan makanan. Hal itu tecermin pada inflasi tahun 2013 lalu sebesar 8,38 persen, naik tajam dari 4,3 persen pada tahun 2012.

Bagi sebagian besar ibu rumah tangga, kenaikan harga akan memaksa mereka menyusun kembali anggaran belanja keluarga.

Pada keluarga yang memiliki kemampuan ekonomi, langkah yang akan dilakukan adalah mengurangi kenikmatan, seperti rekreasi keluarga.

Keluarga berpenghasilan tetap dan terbatas boleh jadi memilih mengurangi pengeluaran untuk makanan karena ini yang masih mungkin disiasati untuk mencukupkan pendapatan yang terbatas. Dampaknya tidak segera tampak, tetapi untuk jangka menengah dan panjang akan menurunkan tingkat kecerdasan anak balita dan pada jangka panjang merugikan produktivitas tenaga kerja.

Kenaikan tajam terjadi pada elpiji (LPG) kemasan 12 kilogram (kg) yang tidak masuk dalam program subsidi pemerintah. PT Pertamina mengumumkan menaikkan harga elpiji kemasan 12 kg mulai 1 Januari lalu sebesar 68 persen atau Rp 47.508. Alasan badan usaha milik negara itu karena merugi Rp 7,73 triliun pada tahun 2011-Oktober 2012. Sepanjang 2013, kerugian diperkirakan Rp 5,7 triliun. Kerugian terjadi karena Pertamina harus membeli gas sesuai harga pasar dan nilai tukar rupiah merosot.

Pertamina meyakini kenaikan harga tidak akan menurunkan daya beli masyarakat karena pemakai elpiji kemasan 12 kg adalah kelompok mampu. Konsumen kurang mampu dapat menggunakan elpiji kemasan 3 kg yang disubsidi pemerintah. Yang luput dijelaskan, inflasi tinggi tahun lalu menggerus daya beli masyarakat.

Meski harga baru dari Pertamina dapat segera berlaku, pemerintah sebagai pemegang tunggal saham Pertamina selayaknya memberi kepastian berlakunya harga baru itu. Pertamina juga wajib mengendalikan harga di tingkat konsumen agar masyarakat tidak dirugikan.

Masyarakat hampir tak punya pilihan lain untuk memasak, selain memakai elpiji. Pemerintah juga yang mendorong masyarakat beralih ke elpiji dari minyak tanah.

Lebih dari sekadar mengatakan merugi, Pertamina serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang mengatur kebijakan pengadaan gas dalam negeri selayaknya menjelaskan mengapa merugi.

Masyarakat juga perlu mendapat informasi jelas, demi rasa keadilan, adalah arah dan implementasi kebijakan energi saat ini dan ke depan serta kaitan dengan kebijakan makroekonomi nasional. Termasuk, apakah elpiji yang menyangkut kehidupan orang banyak akan diserahkan ke mekanisme pasar.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000003940037
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger