Sudah 1.552 orang meninggal akibat ebola. Virus mematikan ini menginfeksi setidaknya 3.069 orang di Guinea, Liberia, Sierra Leone, dan Nigeria sejak Maret lalu.
Ebola menimbulkan kejadian luar biasa di negara-negara di Afrika Barat. Hingga Selasa lalu, menurut catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), virus tersebut membunuh 694 orang di Liberia, di Guinea 430 orang, Sierra Leone 422 orang, dan di Nigeria 6 orang.
Belum ada obat ataupun vaksin untuk menangkal virus ini. Sudah ada obat yang memperlihatkan hasil menggembirakan dalam percobaan pada monyet, tetapi untuk dapat digunakan pada manusia perlu waktu lebih lama.
Kekhawatiran terhadap penyebaran ebola juga karena gejala awal infeksi mirip flu, yaitu tiba-tiba demam, nyeri otot, merasa lemah luar biasa, dan radang tenggorok. Gejala lanjutan berupa muntah, diare, dan menyebabkan perdarahan internal dan eksternal tubuh.
Tidak mengherankan apabila banyak orang tidak menyadari terinfeksi ebola yang memiliki masa inkubasi dua hari hingga tiga minggu. Penularan terjadi melalui sentuhan langsung dengan darah, cairan tubuh, atau organ terinfeksi. Penularan juga terjadi melalui lingkungan yang terkontaminasi, seperti saat pemakaman.
Virus ebola pertama kali ditemukan di Republik Demokratik Kongo tahun 1976. Kasus pada manusia diawali melalui penularan dari hewan terinfeksi, seperti kera, monyet, kelelawar buah, dan antelop hutan. Risiko meningkat, antara lain, karena kegemaran masyarakat mengonsumsi kelelawar buah.
Kejadian luar biasa tahun ini dianggap tidak lumrah karena berawal di Guinea yang tidak pernah melaporkan adanya kasus ebola. Sejauh ini virus ebola hanya terdapat di kawasan dekat hutan tropis Afrika meskipun satu strain dilaporkan muncul di Filipina. Namun, lalu lintas orang lintas negara meningkatkan risiko penularan lebih luas.
WHO menyebut penyebaran ebola sebagai situasi darurat kesehatan internasional. Ebola menjadi tantangan berat bagi dunia kesehatan, terutama karena juga menyangkut praktik budaya setempat.
Indonesia tidak langsung terancam ebola. Namun, dengan dimulainya musim haji, jemaah haji Indonesia wajib mendapat informasi lengkap dan tepat mengenai virus ebola dan cara mencegah penularannya.
Dengan dua juta lebih calon haji dari sejumlah negara berkumpul di satu tempat, risiko tertular penyakit—termasuk sindrom pernapasan MERS—meningkat. Karena itu, tenaga kesehatan kita harus memiliki pengetahuan dan kecakapan memadai untuk mencegah kemungkinan penularan sehingga jemaah dapat tenang beribadah.
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000008679492
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar