Tidak mudah menjawab pertanyaan tersebut, memang, sekalipun kita sangat mudah mengumpulkan bukti. Oleh karena akibat dari penggunaan bahasa kekerasan itu berserak di pelbagai belahan dunia. Sebut saja, di sejumlah negara di Afrika, di Timur Tengah, Asia Selatan, Asia Tenggara, Australia, Amerika Serikat, bahkan Eropa.
Di Peshawar, Pakistan, misalnya saja, belum lama ini kelompok Taliban Pakistan—yang biasa disebut Tehreek-e-Taliban Pakistan atau TTP—secara membabi buta, tanpa mengenal rasa ampun dan perikemanusiaan, menembaki para siswa sekolah dan guru. Lebih dari 140 orang—132 orang di antaranya murid sekolah—tewas, tanpa bisa dan mampu mempertahankan diri.
Tahun lalu, di negara yang sama dan juga di kota yang sama, Peshawar, TTP mengebom sebuah gereja. Dan, akibatnya? Sekurang-kurangnya 127 orang tewas.
Di Afrika, Boko Haram tetap merupakan kelompok penyebar maut di Nigeria. Meski mengibarkan bendera agama, sepak terjang kelompok ini sungguh di luar batas kemanusiaan. Menurut data yang ada sejak Juli 2009 hingga Juni 2014, mereka sudah membunuh lebih dari 5.000 orang, termasuk selama paruh pertama tahun 2014 sebanyak 2.000 orang. Sejak tahun 2009, sudah lebih dari 500 perempuan dan anak-anak mereka culik, termasuk 276 murid sekolah perempuan pada April 2014.
Sepak terjang kelompok NIIS di Irak dan Suriah menambah panjang litani kekerasan yang dilakukan berbagai kelompok di pelbagai sudut dunia. Mereka secara terang-terangan membunuh korbannya, ada yang ditembak, ada pula yang disembelih.
Menurut laporan PBB, Juni 2014, mereka sudah membunuh ratusan tahanan perang dan membunuh lebih dari 1.000 penduduk sipil. Bahkan, diberitakan ribuan tentara Irak dinyatakan "hilang" dan diduga dibunuh oleh kelompok yang mengibarkan bendera agama ini.
Yang perlu dicatat, target kelompok ini dan juga kelompok-kelompok berhaluan keras lainnya adalah orang-orang yang tidak berdosa. Menurut Syed Hussain Soherwordi, seorang ahli terorisme internasional, hal itu dilakukan untuk memberikan kejutan, rasa takut, kepada semua pihak dan memberikan catatan bahwa hal semacam itu bisa terjadi kalau tuntutan mereka tidak dikabulkan.
Namun, mengapa mereka selalu menggunakan bahasa kekerasan dibandingkan dengan bahasa persaudaraan dan kasih? Selama masih ada kemiskinan, ketidakadilan, ketimpangan kesejahteraan, tidak percaya dan mencurigai kelompok atau pihak lain, iri hati, persaingan tidak sehat, dan tentu saja tak ada perdamaian di antara umat beragama, bahasa kekerasan akan terus digunakan.
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000010825784
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar