Gagalnya penyelundupan 800 kilogram sabu senilai Rp 1,6 triliun di Jakarta Barat, selisih beberapa hari setelah musikus kondang Fariz RM tertangkap sebagai pencandu, dua contoh aktual. Slogan "muda narkoba, tua sengsara, mati masuk neraka" tidak digubris.
Sudah ada perhatian pemerintah. Pemidanaan bagi pengedar dan proyek rehabilitasi bagi pencandu. Tetapi seolah-olah nasibnya seperti slogan antinarkoba. Dicibirkan. Karena itu, ketika pemerintah memberikan grasi kepada tervonis penjahat kasus narkoba, ketika tercium bau kongkalikong antara penegak hukum dan pelaku, spontan masyarakat mencercanya sebagai setengah hati.
Penegasan Presiden Joko Widodo bahwa tidak ada grasi atau pengurangan hukuman bagi terpidana narkoba sifatnya imperatif. Perintah tindakan tegas. Dalam kasus terpidana mati yang harus dieksekusi pada akhir Desember 2014—belum terlaksana sampai awal tahun ini—ketika permohonan grasi kasus narkoba hanya bisa satu kali diajukan, sebenarnya tak ada lagi hambatan lain.
Eksekusi hukuman mati secara etis masih pro dan kontra. Namun, ketika peradilan Indonesia masih memberlakukan hukuman mati sebagai hukuman tertinggi—dan bisa dilaksanakan—pelaksanaannya didasarkan atas dua prinsip. Prinsip keselamatan banyak orang dan prinsip akuntabilitas praksis pemerintahan.
Dibandingkan pengedar, apalagi bandar narkoba—lingkupnya bahkan dalam bentuk sindikat internasional—beban "kesalahan" pencandu jauh lebih ringan. Dalam konteks tertentu, penyalah guna adalah korban. Biang keladi dan penyebab utama adalah pengedar dan bandar narkoba. Karena perbedaan peranan dan posisi itu, penyalah guna sejauh tidak ikut mengedarkan layak direhabilitasi. Sementara pengedar dan bandar dipidana dengan tingkat kesalahan berjenjang.
Berseru-seru tentang 4,2 juta warga Indonesia pencandu narkoba, setiap hari 50 warga Indonesia meninggal—berarti setiap jam dua orang mati sia-sia—tidak menggentarkan kepedulian kerusakan peradaban bangsa ini.
Bobot ajakan darurat nasional narkoba tidak lebih dari ajakan
Ketegasan pemerintah, kunci
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000011287821
Tidak ada komentar:
Posting Komentar