Kabinet Kerja memprioritaskan swasembada beras, jagung, kedelai, dan gula pada tahun 2019. Untuk mendukung pencapaian target tersebut, anggaran sektor pertanian dinaikkan, termasuk untuk pengadaan pupuk bersubsidi.
Persoalan ketersediaan pupuk bersubsidi sejak berlaku otonomi daerah terutama disebabkan tidak akuratnya data luasan tanaman pangan dan jumlah petani. Padahal, data menjadi dasar penyusunan kebutuhan pupuk yang dituangkan menjadi rencana definitif kerja kelompok tani.
Ketersediaan pupuk buatan menentukan produksi tanaman pangan meskipun petani didorong juga memakai pupuk organik untuk memperbaiki kondisi tanah. Jika pupuk tidak tersedia dalam jumlah cukup pada waktu yang tepat, dapat dipastikan hasil panen akan turun karena sebagian besar varietas tanaman pangan sudah dimuliakan dan menuntut penggunaan pupuk buatan.
Karena persoalan yang sama terus berulang, sudah saatnya pemerintah mengaudit menyeluruh rantai produksi, distribusi, dan konsumsi pupuk.
Kebijakan subsidi pupuk adalah instrumen nonharga untuk mendukung ketahanan dan kedaulatan pangan. Instrumen ini diperkenalkan sejak awal program Bimbingan Massal pada awal tahun 1970-an. Hasilnya nyata, Indonesia berhasil swasembada beras pada tahun 1984.
Kebijakan subsidi pupuk untuk meningkatkan produktivitas hasil tanaman pangan juga berhasil meningkatkan pendapatan petani dan menurunkan jumlah orang miskin di perdesaan.
Audit menyeluruh perlu karena kondisi kini telah berubah. Luas lahan pertanian terus bertambah, begitu juga jenis tanaman pertanian. Karena itu, terjadi peningkatan kebutuhan pupuk. Pupuk bersubsidi untuk tanaman pangan dapat bocor digunakan untuk tanaman lain. Pupuk bersubsidi juga dapat bocor ke luar negeri apabila harga di luar lebih tinggi daripada di dalam negeri.
Audit dilakukan pada luas lahan, jumlah petani, produksi oleh pabrik pupuk, dan manfaat pupuk. Urea, misalnya, masih digunakan petani secara berlebihan.
Perlu juga ada sistem dan teknologi penjejakan distribusi pupuk dengan pengawas kompeten. Terakhir, perlu ada sanksi bagi petugas atau pejabat yang tidak dapat mengawasi distribusi dan penggunaan pupuk bersubsidi.
Distribusi pupuk bersubsidi wajib diawasi ketat. Pupuk bersubsidi tidak boleh diperdagangkan justru karena merupakan barang subsidi. Distribusi harus melalui badan usaha milik negara dan koperasi hingga sampai ke tangan petani.
Dengan berbagai persoalan di atas, penyelesaiannya bukan jalan pintas dengan menghapus subsidi pupuk bagi petani tanaman pangan. Persoalan ada pada sistem dan pengawasan distribusi, bukan pada subsidi.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 23 April 2015, di halaman 6 dengan judul "Audit Distribusi Pupuk".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar