Kita berpendapat bahwa pertemuan dua pemimpin di tempat netral, Singapura, sebagai pertemuan yang penuh makna. Ada banyak hal yang bisa kita catat dari pertemuan pertama dua pemimpin tertinggi yang diadakan setelah lebih dari 60 tahun itu.
Pada 1949, kaum nasionalis Kuomintang (KMT) pimpinan Chiang Kai-shek terdesak dan kalah dalam perang saudara dengan pasukan komunis pimpinan Mao Zedong. KMT lari ke Taiwan dan membentuk pemerintahan di pulau itu, sedangkan Mao Zedong mendirikan Republik Rakyat Tiongkok di daratan.
Permusuhan terus hidup sejak itu. Tiongkok menganggap Taiwan sebagai provinsi yang memisahkan diri dan pada suatu ketika akan digabungkan lagi. Akan tetapi, rakyat Taiwan berpendapat sebaliknya. Taiwan adalah negara merdeka. Meskipun belakangan muncul pendapat lain di Taiwan tentang hubungannya dengan Tiongkok.
Dengan berlangsungnya pertemuan di Singapura itu, terbaca oleh kita bahwa keduanya saling menghormati, pada posisi yang sama. Bahkan, Presiden Xi mengatakan, "Kami satu keluarga." Dan, Presiden Ma menambahkan, "Kami saling menghormati nilai-nilai dan pilihan jalan hidup masing-masing."
Lebih dari itu—saling menghormati yang menjadi dasar utama dan pertama terwujudnya pertemuan—dengan digelarnya pertemuan tersebut, Presiden Xi telah menerobos "pantangan" yang hidup selama ini: tidak akan bertemu pada posisi yang sama dengan pemimpin Taiwan, bahkan tidak akan mengadakan pembicaraan dengan Taiwan.
Memang, sebelum pertemuan di Singapura itu, pernah dilakukan pembicaraan langsung, tahun 1993, tetapi tidak pada tingkat presiden, tingkat yang lebih bawah. Namun, pertemuan itu tidak berkembang. Bahkan, Beijing pada 2005 menerbitkan undang-undang yang menegaskan bahwa pemisahan Taiwan itu ilegal dan berisiko menanggung akibat tindakan militer. Dalam Buku Putih 2015 Tiongkok, Taiwan tetap jadi perhatian utama.
Selama ini, terutama sejak Ma Ying Jeou jadi presiden (2008), hubungan keduanya meningkat: hubungan ekonomi lebih baik, turisme juga meningkat, dan ada pakta perdagangan. Akibatnya, dukungan rakyat Taiwan terhadap KMT menurun, sebagai wujud penolakan terhadap kebijakan pemerintahan Ma Ying Jeou. Meski demikian, pertemuan kali ini tetap dibaca sebagai bagian dari kampanye Ma Ying Jeou untuk pemilu Januari mendatang.
Hasil nyata dari pertemuan pada Sabtu lalu memang belum ada. Jalan masih panjang dan berliku. Namun, bertemu saja sudah menjadi bagian awal untuk menyelesaikan masalah di antara keduanya.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar