Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 10 Maret 2016

TAJUK RENCANA: Berkhidmat pada Keagungan Alam (Kompas)

Pertunjukan kosmik gerhana matahari total berlangsung Rabu (9/3) kemarin. Banyaklah yang dapat kita refleksikan dari peristiwa istimewa ini.

Kita sebut istimewa karena beberapa hal. Pertama, inilah gerhana matahari total (GMT) yang totalitas jalurnya hanya melewati Indonesia. Selebihnya, jalur yang disebut umbra tadi hanya melintasi laut.

Keistimewaan lain, GMT tahun ini mendapat perhatian sangat besar seperti GMT di Indonesia pada 11 Juni 1983. Bedanya, GMT tahun ini berlangsung di alam demokratis sehingga masyarakat lebih leluasa mencari informasi dan memutuskan mau nonton GMT atau tidak.

Bagi mereka yang beruntung menyaksikan peristiwa astronomik kemarin, besar keyakinan kita ada kesan mendalam yang tinggal dalam alam kesadaran. Saat Bulan menutup Matahari seluruhnya, bahkan menjelang hal itu terjadi, sederet peristiwa begitu menggugah. Langit yang meredup padahal malam belum lama berlalu, suhu udara turun, bintang dan planet termasuk Merkurius, yang dalam keadaan normal sulit dilihat, beberapa di antaranya.

Kita terpesona, terpana, dan mengira kita sedang ada di satu tempat yang amat eksotik. Belum lagi saat kilatan berbentuk oval yang dinamai Cincin Berlian muncul sesaat sebelum totalitas terjadi. Apalagi, saat Matahari sepenuhnya tersembunyi di balik Bulan, dan merjan-merjan Baily yang berwarna merah delima bermunculan.

Selain takjub adalah kekaguman pada keagungan alam, dan pada Sang Penciptanya. Menyaksikan GMT adalah berkhidmat kepada Alam Semesta. Keikutsertaan Presiden dan Wakil Presiden menyaksikan GMT seyogianyalah menjadi inspirasi bagi bangsa Indonesia?. Inspirasi tidak saja untuk menikmati keindahan yang dihadirkan alam, tetapi juga untuk mengambil hikmahnya.

Indonesia yang karena luas wilayahnya, dan karena itu cukup sering dilalui gerhana, sudah dapatkah mengembangkan kemampuan mandiri untuk meramalkan GMT di masa depan? GMT melibatkan tiga benda angkasa yang besar pengaruhnya pada kehidupan, Matahari, Bumi, dan Bulan. Sudah cukupkah kita mengembangkan rasa ingin tahu terhadap ketiganya, yang salah satunya kita diami?

Sebagian mempertanyakan adakahbonum commune (manfaat bagi orang banyak) dari riset GMT? ? Sebagaimana riset terhadap ilmu dasar lain, seperti matematika dan fisika, studi astronomi mungkin tidak terkait langsung dengan kehidupan sehari-hari. Namun, bangsa maju terus mempelajarinya karena astronomi memberikan harkat eksistensialis bagi manusia dan kemanusiaan.

GMT Rabu kemarin telah memperkaya pengalaman masyarakat Indonesia. Kita berharap antusiasme terhadap (peristiwa) alam tak hanya gegap gempita sesaat. GMT harus bisa menjadi momentum untuk melangkah menjadi bangsa yang cinta alam, rasional, dan berorientasi masa depan.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 10 Maret 2016, di halaman 6 dengan judul "Berkhidmat pada Keagungan Alam".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger