Survei minat baca dunia menunjukkan, perbandingan buku dengan manusia di Indonesia adalah 1 : 1.000, sedangkan di Singapura 2 : 1 (Kompas, 15/9/2017). Padahal, penulis Mesir Sayib Quthub mengatakan, "Satu peluru bisa menembus satu kepala, satu buku bisa menembus ribuan, bahkan jutaan kepala."
Bisa dibayangkan betapa hebatnya buku. Selain sebagai perwakilan peradaban suatu bangsa, buku menjadi garda terdepan pembangunan fisik dan mental negara. Ketika gerakan pena membahas kejahatan yang mengancam kedaulatan negara, pemerintah merancang UU Terorisme. Ketika menyeruak tulisan tentang korupsi, pemerintah memacu program pemberantasan korupsi.
Siapa di balik kontributor buku? Tidak lain adalah penulis. Namun, sosok di balik layar yang jujur menggoreskan pena ini malah tercekik masalah klasik. Dari mahalnya biaya cetak sampai pajak penulis yang kian tinggi. Ini memunculkan kekhawatiran Indonesia krisis penulis. Padahal, penulis melalui bukunya yang bermutu mampu membuka wawasan pembaca untuk melawan teroris sampai korupsi. UU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan menyatakan, masyarakat berhak memperoleh buku bermutu.
Oleh karena itu, buku yang bermutu harus tetap ada di rak perpustakaan. Agar penulis semakin bermutu, perlu program residensi penulis daerah di perpustakaan desa. Gunakan dana pembangunan desa yang mencapai Rp 120 triliun tahun 2018. Alokasi 5 persen saja sesuai UU No 43/2007, membuat dana program residensi penulis untuk memperkaya karya bisa mencapai Rp 6 triliun.
Apabila program ini direalisasikan, kekhawatiran Indonesia krisis penulis dan krisis buku bermutu bisa dicegah. Nilai-nilai dan jati diri bangsa Indonesia akan terus terekam dalam buku melalui karya penulis.
DICKI AGUS NUGROHO
Pustakawan, UPT Perpustakaan Universitas Tidar, Jalan Kapten Suparman 39, Magelang 56116
Iklan Rokok
Mungkinkah narkoba pasang iklan dan boleh mensponsori olahraga anak-anak? Sudah pasti tidak mungkin.
Sebenarnya, mana yang lebih berbahaya: narkoba atau rokok? Narkoba mematikan kira-kira 12.000 orang Indonesia per tahun, rokok membunuh 300..000 orang pada interval sama.
Kalau begitu, kenapa yang berwenang mengizinkan perusahaan rokok mensponsori olahraga anak-anak, termasuk untuk beasiswa bulu tangkis? (Kompas, 8 September). Anak-anak kita semestinya dilindungi dari pengaruh perusahaan rokok.
GRANT MORGAN
Kubu Santi, Jalan Tirta Tawar, Kutuh Kaja, Ubud, Bali
Tanggapan CPI
Berikut tanggapan kami atas "Guru Pensiunan Menggugat PT CPI" yang dimuat dalam Surat Kepada RedaksiKompas (12/9).
Yang terhormat Bapak Syaiful Pandu. Terima kasih atas sumbangsih dan dedikasi Bapak selama menjadi tenaga pengajar di Yayasan Pendidikan Cendana (YPC) Riau.
YPC merupakan yayasan mandiri dan memiliki badan hukum yang terpisah dari PT Chevron Pacific Indonesia (PT CPI). Namun, kami menyadari bahwa sekolah di bawah YPC menjadi tempat bagi anak-anak karyawan kami menimba ilmu. Jasa tenaga pengajar di YPC akan selalu menjadi bagian dari perjalanan hidup anak-anak kami.
Kami berharap masalah YPC dan pensiunan guru segera menemukan solusi terbaik dengan tetap mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kami yakin kedua pihak memiliki semangat yang sama untuk membangun negeri ini melalui bidang pendidikan.
DANYA DEWANTI
Manajer Komunikasi Perusahaan, PT CPI, Jakarta
PDAM Mati
Kami warga Perumahan Bukit Cemara Residence, kluster Cemara Hijau, Semarang, sejak Mei 2017 tidak cukup mendapatkan suplai air PDAM. Antrean air hanya dibuka dari pukul 02.00 sampai 03.30, itu pun kecil sekali debitnya.
Masalah sudah dilaporkan kepada PDAM Jatingaleh, surat pengaduan kepada wali kota, dan juga ke portal Lapor Gubernur Jateng. Namun, air hanya keluar 2 hari, 2-3 September 2017 saja.
Melalui surat pembaca ini, kami mohon solusinya. Kami tidak diperbolehkan membuat sumur bor, tetapi PDAM tidak bisa mencukupi kebutuhan kami.
AGUS PRAMONO
Bukit Cemara Residence, Jalan Bulusan Cemara Residence, Tembalang Semarang
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 20 September 2017, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar