Merujuk pada berita Kompas edisi 19 Januari lalu halaman 23, "Bawang Putih yang Menggairahkan", saya ingin mengimbau semua institusi terkait kegiatan impor agar jangan sampai kebobolan.
Upaya swasembada bawang putih sudah di ambang tercapai. Jangan sampai program tersebut berantakan karena bawang putih impor muncul dengan harga yang jauh lebih murah.
Saya sebagai pensiunan pegawai Departemen Pertanian merasa prihatin bahwa usaha swasembada berbagai komoditas pertanian yang telah dan selalu diusahakan tidak dapat berjalan langgeng. Swasembada beras sudah diupayakan dengan berbagai cara, tetapi masih juga impor. Bahkan, beras impor ini diperkirakan tiba pas panen raya sehingga merugikan petani kita.
Aspek yang kiranya juga penting diperhatikan adalah menjaga agar tidak terjadi kelebihan produksi. Ini yang tampaknya lebih sulit diatur. Di negara yang telah maju, untuk menyeimbangkan penyediaan (produksi) dengan permintaan, pada saat stok telah cukup, beberapa petani dilarang berproduksi. Sebagai kompensasi, petani diberi imbalan sebesar penghasilan jika ia berproduksi.
Apakah cara demikian dapat dipikirkan untuk diterapkan di Indonesia?
Sayoso
Kampung Patangpuluhan, Gajahan, Solo, Jawa Tengah
Bujukan Asuransi
Pada November 2011 saya ada urusan dengan rekening Bank Mandiri di Kantor Imigrasi Jakarta Selatan. Ketika saya sedang dilayani Bagian Pelayanan Nasabah, nimbrung Mbak R menawarkan tabungan pribadi dengan asuransi jiwa, investasi, dan lain-lain.
Saya menolak sebab saya janda dan tak merasa perlu (anak sudah meninggal). Namun, ia meminta agar saya menabung Rp 500.000 per bulan supaya dapat kredit poin; tidak ada embel-embel investasi dan sebagainya. Tabungan juga bisa diambil kapan pun setelah 1-2 tahun. Saya akhirnya setuju.
Empat tahun kemudian saya butuh dana, mau mencairkan tabungan yang saya hitung sudah Rp 24 juta. Ketika menelepon AXA, saya kaget karena dijelaskan bahwa nilai uang saya jauh di bawah itu karena saya mengikuti program yang ada asuransi dan investasinya dengan hitung-hitungan rumit.
Memang saya menandatangani beberapa berkas di Bank Mandiri, di depan petugas Pelayanan Nasabah yang menandatangani berkas sebagai staf Bank Mandiri. Saya pergi ke AXA pusat, mereka berteguh, "Ibu sudah tanda tangan." Saya merasa dikhianati, dibohongi Mbak R, petugas AXA Mandiri pada November 2011.
Pada 9 Januari 2018 saya ke Bank Mandiri di PIM 1 bertemu dengan Saudara Ajeng dengan penjelasan, saya dapat Rp 14 juta.
Saya menabung di Bank Mandiri Cabang Bidakara sejak 2005 kemudian pindah ke Cabang Imigrasi. Mengapa petugas bank tidak melindungi nasabah yang dengan lugu menandatangani sesuatu yang tak ia inginkan karena tak paham?
Amalia Shadily
Kav Kowilhan Blok A4,
Cipayung, Jakarta Timur
Putaran Pribadi di KS Tubun
Saya mohon agar Gubernur DKI, Dinas Perhubungan, dan dinas terkait menertibkan putaran di Jalan KS Tubun, Jakarta Pusat.
Saya setiap hari melewati Jalan KS Tubun dan melihat banyak ketidakadilan di sepanjang jalan ini. Pemisah jalan yang sudah dibuat negara sengaja dibongkar oknum berduit untuk kepentingan pribadi Mandiri Cargo. Untuk kemudahan mobil kargo mereka, pemisah jalan itu dibongkar, diberi gembok, dan gemboknya dipegang oleh yang bersangkutan.
Lalu ada putaran yang dirantai dan digembok di depan Indonesia Power, khusus untuk petinggi dan tamu mereka.
Pemisah jalan khusus dibongkar di depan Hotel Khalisma demi pungli "Pak Ogah".
Putaran dirantai pula di depan Museum Tekstil. Apabila mau memutar di sana, kita harus bayar.
Jalan adalah ruang publik, bukan milik perorangan, melainkan milik semua. Demi keadilan, buka saja semua rantai- rantai di putaran tersebut.
Hadi, KS Tubun, Jakarta Pusat
Kompas, 8 Februari 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar