CAPE DIAMOND

Petugas berpatroli di perbatasan Maungdaw di negara bagian Rakhine, Myanmar, Rabu (24/1)

Laporan terbaru tentang keberadaan kuburan massal di Rakhine, Myanmar, mempertegas dugaan berlangsungnya kekerasan eksesif terhadap etnis Rohingya.

Laporan yang disusun berdasarkan wawancara puluhan pengungsi Rohingya di Bangladesh, rekaman video, dan citra satelit itu menyebutkan, setidaknya ada lima kuburan massal di Desa Gu Dar Pyin, Rakhine. Para pemimpin komunitas Rohingya di kamp pengungsian juga memperkirakan sekitar 70 warga mereka meninggal akibat kekerasan eksesif yang dilakukan petugas keamanan Myanmar. Dalam laporan yang dikeluarkan oleh Associated Press, Kamis silam, kekerasan disebutkan berlangsung pada minggu terakhir Agustus 2017.

Otoritas Myanmar sampai saat ini masih menutup akses ke Gu Dar Pyin sehingga pengecekan lapangan tak memungkinkan untuk dilakukan. Atas laporan mengenai keberadaan kuburan massal, Myanmar juga belum mengeluarkan pernyataan.

Sebelum ini, laporan mengenai kekejaman terhadap warga Rohingya sudah banyak beredar. Namun, Pemerintah Myanmar selalu membantahnya. Mereka mengakui ada operasi untuk menumpas aksi kelompok bersenjata di Rakhine pada Agustus lalu, tetapi menolak bahwa petugas keamanan negara itu sudah melakukan kekejaman.

Namun, laporan terbaru mengenai keberadaan kuburan massal dan kondisi jenazah korban tewas yang disiram cairan asam membuat dunia semakin tidak sabar terhadap Myanmar. Juru bicara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan lembaga dunia itu sangat prihatin dengan laporan mengenai keberadaan kuburan massal. PBB saat ini semakin merasa perlu untuk dapat meninjau langsung lokasi kekerasan di Rakhine.

Kekerasan di Rakhine telah membuat lebih dari 650.000 warga etnis Rohingya melarikan diri ke Bangladesh sejak Agustus silam. Nasib mereka memang memprihatinkan. Etnis Rohingya tidak diakui oleh Myanmar karena dinilai hanya merupakan pendatang ilegal dari Bangladesh. Hal ini tidak dialami oleh kelompok etnis lain di Myanmar, misalnya Kachin.

Di tengah kecaman dunia internasional, Pemerintah Myanmar kelihatan seperti mulai melunak. Negara itu dengan Bangladesh menyepakati skema pemulangan kembali (repatriasi) pengungsi Rohingya. Namun, kesediaan Myanmar itu tetap diliputi tanda tanya besar karena ada persyaratan yang tak mungkin dipenuhi oleh warga Rohingya, yakni bukti mereka adalah warga negara Myanmar. Selain itu, militer Myanmar beberapa waktu lalu juga telah mengakui ada anggota mereka yang terlibat dalam pembantaian sejumlah warga Rohingya.