Meski pemilu menganut prinsip satu orang satu suara, model deklarasi dukungan bermunculan. Alumni perguruan tinggi menyatakan dukungan kepada pasangan calon presiden- calon wakil presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Keesokan harinya, alumni perguruan tinggi lain mendeklarasikan dukungan kepada Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Dukungan juga muncul dari alumni SMA untuk kedua pasangan.
Kegairahan politik itu positif sejauh dilakukan dengan penuh kegembiraan dan bukan dengan penuh kebencian. Diharapkan, dengan kegairahan politik, deklarasi ini bisa menaikkan tingkat partisipasi politik dalam pemilu 17 April 2019. Kelelahan politik (political fatigue) yang mewujud menjadi ancaman golput—sebagai protes terhadap kandidat— harus diantisipasi. Setelah 17 April 2019, sistem pemilu serentak seperti sekarang ini harus dievaluasi!
Terlepas dari kegairahan politik itu, kita mengingatkan kepada KPU dan semua pihak untuk terus melakukan sosialisasi pemilu, khususnya teknis pencoblosan. Pemilu serentak 17 April 2019 ini rumit karena baru pertama kali diadakan di Indonesia.
Pemilih akan mendapatkan lima surat suara— untuk presiden, DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan DPD. Untuk pemilihan anggota DPR bisa memilih parpol dan caleg. Begitu juga dengan DPRD provinsi serta kabupaten/kota. Bagi pemilih lanjut usia yang tidak cukup akrab dengan politik, pemungutan suara itu bisa merepotkan. Tanpa sosialisasi, kita khawatir tingkat kesalahan dalam mencoblos bisa tinggi.
Partai dan caleg yang akan dipilih juga bisa menjadi masalah tersendiri. Wacana di media nasional terfokus pada pemilihan presiden. Padahal, yang akan dipilih bukan hanya presiden, melainkan juga caleg yang sepi dari publikasi.
Masalah lain yang harus segera diputuskan adalah teknis penghitungan suara. KPU sebagai lembaga yang mandiri harus segera memutuskan mana yang mau dihitung terlebih dahulu. Apakah hasil pemilihan presiden, pemilihan anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, atau DPD. Setelah mempertimbangkan segala risiko dan kesiapannya, KPU harus segera mengeluarkan peraturan KPU soal tata cara penghitungan suara. KPU adalah lembaga mandiri yang punya otoritas mengatur tata cara pemilu.
KPU dan jajarannya juga harus mempertimbangkan lamanya penghitungan suara. Dalam simulasi, penghitungan suara diperkirakan baru selesai 19 jam dengan asumsi satu TPS ada 250 orang. Pengamanan di TPS, kesiapan saksi, dan aparat juga harus menjadi perhatian serta harus disiapkan dengan sebaik mungkin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar