SDM dan Daya Saing Bangsa
Menarik sekali artikel Ari Kuncoro yang berjudul "SDM Nasional dan Transaksi Berjalan" (Kompas, 11/6/2019). Ia menjelaskan korelasi signifikan antara penguasaan matematika, membaca, dan iptek dengan surplus perdagangan internasional suatu negara, dibuktikan dengan regresi korelasi sederhana.
Saya amat yakin kemampuan matematika dan iptek seorang siswa akan membangun cara berpikir secara lebih bernalar dan rasional, sedangkan kegemaran membaca membangun ketekunan selain menambah wawasan. Contohnya adalah Malaysia, Thailand, dan Vietnam yang perdagangannya surplus karena kualitas SDM baik.
Saya pernah mengamati komposisi bangsa di negara maju dengan bangsa di negara berkembang. Bangsa negara maju mayoritas ras utara, sedangkan negara berkembang mayoritas ras selatan. Dalam hal ini, mayoritas ras bangsa Thailand dan Vietnam adalah Indo-China (ras utara), sedangkan komposisi penduduk Malaysia fifty-fifty Melayu (ras selatan) dan China (ras utara) yang dominan dalam perekonomian.
Sementara itu, komposisi penduduk Indonesia mayoritas Melayu (ras selatan), sedangkan ras utara jadi minoritas. Saya bukan seorang rasialis, tetapi saya mohon agar LPEM UI dapat meneliti komposisi penduduk Indonesia secara lebih komprehensif supaya kebijakan pembangunan SDM kita lebih lengkap dan efektif memanfaatkan pelbagai keunggulan di populasinya.
Saya yakin, tiap suku dan ras adalah bagian dari bangsa Indonesia yang berkontribusi sesuai kemampuan masing-masing. Kita maju bersama membangun Indonesia.
Suyadi Prawirosentono
Selakopi Pasir Mulya, Bogor
Mengurus IMB
Saya sedang merenovasi ruko di Jalan Trunojoyo, Madiun, yang masuk dalam kategori jalan nasional. Saya mengurus izin mendirikan bangunan sesuai persyaratan.
Atas saran Dishub Kota Madiun, berkas-berkas saya kirim ke Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Jawa Timur di Surabaya, 10 Maret 2019. Sampai kini belum ada tanggapan pihak BPTD Jatim.
Ketika saya hubungi via telepon, jawabannya saya harus menggunakan konsultan yang biayanya cukup besar. Padahal, ruko yang saya renovasi hanya 102 meter persegi, di bawah ukuran minimal luas lantai bangunan untuk perdagangan pusat belanja/retail 500 meter persegi seperti Lampiran Peraturan Menteri Perhubungan tentang Penyelenggaraan Analisis Dampak Lalu Lintas.
Saya merasa sudah mengikuti peraturan dan persyaratan, tetapi kenapa urusan perizinan yang seharusnya mudah malah menjadi sulit dan berbelit, perlu waktu lama dan biaya tidak sedikit. Lebih sulit dibandingkan dulu.
Edi Juwono
Jl Srindit, Madiun
Kemacetan di Lokasi Wisata
Setelah beberapa tahun tidak ke Bandung, saya kaget melihat kemacetan di mana-mana. Mirip di Yogyakarta dan tujuan wisata lain. Wisata tampaknya telah menjadi kebutuhan setiap orang, seiring dengan meningkatnya taraf hidup dan kemudahan bertransportasi.
Sektor pariwisata juga semakin besar kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi. Melihat makin akutnya kemacetan di kawasan tujuan wisata, sudah semestinya masalah ini tidak lagi dianggap fenomena biasa. Kemacetan lalu lintas bisa mengurangi pesona daerah wisata terkait akibat lelah, lama di jalan, boros BBM, stres, dan sebagainya.
Karena itu, pemerintah (pusat dan daerah) harus bersinergi mencari solusi dalam menyelesaikan masalah ini, misal dengan memasukkan dalam kategori proyek strategis nasional. Tanpa itu, pertumbuhan pariwisata melambat.
Saya berangan-angan, alangkah memesonanya Bandung tanpa kemacetan.
Bharoto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar