Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 09 Mei 2020

INDUSTRI DIGITAL: Penggunaan Kecerdasan Buatan Sebelum, Saat, dan Pasca-Pandemi Covid-19 (ANDREAS MARYOTO)


Andreas Maryoto, wartawan senior Kompas

Kisah ini mungkin sudah basi karena sudah lewat beberapa bulan. Akan tetapi, tetaplah menarik. Pada 30 Desember tahun lalu, sebuah perusahaan kecerdasan buatan bernama BlueDot yang menggunakan mesin pembelajar untuk memantau wabah penyakit infeksi di seluruh dunia telah memperingatkan sejumlah klien, seperti pemerintah, pebisnis, dan rumah sakit, tentang lonjakan kasus pneumonia di Wuhan, China. Peringatan ini sembilan hari sebelum Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan penyakit yang kemudian kita kenal sebagai Covid-19

Sebuah tulisan Maret lalu di laman MIT Technology Review itu juga menyebutkan, tidak hanya BlueDot yang memberi peringatan. Layanan bernama HealthMap di Rumah Sakit Anak Boston juga menangkap sinyal yang sama. Sama halnya dengan sebuah model yang dijalankan oleh Metabiota yang berbasis di San Francisco. Semua menunjukkan bahwa teknologi kecerdasan buatan bisa mendeteksi wabah dan mungkin bisa menyelamatkan lebih banyak orang jia digunakan secara maksimal.

Bagaimana mereka bekerja sehingga menghasilkan peringatan itu? Secara umum, sebenarnya tidak terlalu sulit. Mereka mempunyai sistem yang menyaring sekitar 100.000 tulisan, laporan, dan unggahan daring (online)setiap hari dari berbagai media dan lembaga dengan 65 bahasa. Sistem ini juga dikembangkan berdasar wabah-wabah sebelumnya sehingga mereka telah mempunyai data historis, prediksi, dan "cara berpikir" tentang kemunculan penyakit dan perkembangan penyakit hingga menjadi pandemi.

Cara-cara prediktif ini sebenarnya sudah banyak dilakukan di berbagai industri. Di kalangan industri keuangan mereka menggunakan teknologi ini untuk memprediksi klien yang kemungkinan bisa berisiko gagal bayar atau mengemplang. Di kalangan perusahaan laman perdagangan mereka bisa memberikan rekomendasi personal berdasarkan barang yang kita beli selama ini. Semakin banyak data, maka teknologi itu semakin pintar memprediksi apa yang akan terjadi ke depan.

AFP/HECTOR RETAMAL

Foto yang diambil pada 30 Januari 2020 menunjukkan petugas medis berpakaian pelindung lengkap akan memeriksa tubuh seorang warga yang tewas dengan masker menutup wajahnya di tepi jalan tak jauh dari sebuah rumah sakit di Wuhan, China. Penyakit Covid-19 muncul pertama kali di Wuhan, akhir tahun lalu.

Semua itu sudah lewat. Kini, orang mempertanyakan penggunaan kecerdasan buatan untuk menangani wabah yang tengah berkecamuk saat ini. Apakah kecerdasan buatan bisa membantu menangani wabah? Pertanyaan yang tidak mudah dijawab.

Saat ini, berbagai proyek yang menggunakan kecerdasan buatan tengah dieksplorasi untuk keperluan diagnostik dan digunakan untuk menemukan vaksin meski masih membutuhkan waktu lama. Kita harus bersabar karena masih membutuhkan waktu beberapa bulan.

Beberapa kalangan malah memperingatkan tentang laporan-laporan yang menyebutkan keunggulan produk kecerdasan buatan saat ini untuk menangani wabah. Laporan seperti ini dinilai kurang tepat dan bisa merugikan kalangan bisnis. Percaya pada kemampuan teknologi kecerdasan buatan yang berlebihan akan memunculkan kesalahan pengambilan keputusan yang malah membuang-buang uang karena sampai saat ini belum ada produk teknologi kecerdasan buatan yang terbukti bisa menangani wabah.

Di sisi lain, laporan yang berlebihan akan membuat citra buruk bagi pengembangan kecerdasan buatan. Ekspektasi yang berlebihan, tetapi menghasilkan ketidakpuasan pengguna akan mengurangi minat orang di bidang kecerdasan buatan.

Lembaga pendanaan juga bakal makin menjauh dan tidak percaya dengan pengembangan kecerdasan buatan. Para pengamat memperingatkan agar semua pihak tidak membuat manipulasi dan mencari keuntungan semata di tengah masalah yang pelik ini.

REUTERS/ALY SONG/FILE PHOTO

Seorang petugas keamanan berdiri di depan logoartificial intelligence (kecerdasan buatan) dalam sebuah acara di Shanghai, China, 18 September 2019. Kecerdasan buatan bisa dimanfaatkan dalam banyak hal, termasuk bidang kesehatan.

Meski demikian, dalam laporan Harvard Business Review bulan April lalu, kecerdasan buatan dengan data yang berasal dari berbagai sumber bisa dikembangkan semisal untuk memprediksi orang yang mempunyai risiko besar terinfeksi Covid-19, sejauh mana orang membutuhkan tindakan gawat darurat, dan risiko keparahan seseorang berdasarkan basis data yang terkumpul. Dengan prediksi berbasis kecerdasan buatan itu, maka makin bisa dipastikan kebutuhan penanganan setiap pasien dan juga alokasi kebutuhan alat dan fasilitas rumah sakit secara menyeluruh.

Lebih dari semua itu, penggunaan teknologi kecerdasan buatan terkait dengan pandemi akan makin bermanfaat untuk masa depan. MIT Technology Review menyebutkan, kecerdasan buatan yang sekarang tengah dikembangkan akan lebih bermanfaat untuk pandemi yang mungkin bisa muncul pada waktu yang akan datang.

Kolaborasi pengumpulan data dari berbagai lembaga dan negara akan membuat teknologi ini akan "makin pintar" dalam membuat prediksi ke depan, termasuk kemungkinan evolusi virus korona sehingga bisa disiapkan obat dan fasilitas lainnya. Jalur evolusi bisa diprediksi sehingga vaksin disiapkan.

Di kalangan bisnis, penggunaan kecerdasan buatan di tengah pandemi akan menentukan masa depan mereka. Dalam salah satu tulisan di Forbesdisebutkan, pascapandemi akan muncul perusahaan pemenang dan perusahaan yang kalah.

AP / TED S. WARREN, FILE

Seorang sukarelawan menerima suntikan dalam uji klinis tahap pertama calon vaksin Covid-19, di Kaiser Permanente Washington Health Research Institut di Seattle, AS. AI bisa digunakan untuk membantu pencarian obat atau vaksin Covid-19.

Perusahaan yang akan jadi pemenang setelah pandemi ini berakhir adalah mereka yang saat ini mengembangkan teknologi kecerdasan buatan dan mesin pembelajar. Mereka akan membuat prediksi bisnis sehingga ketika pandemi berakhir mereka mendapat informasi yang berharga untuk kepentingan bisnis mereka.

Dengan kedua teknologi itu para pimpinan perusahaan akan mampu melihat dan bertindak lebih baik dibandingkan dengan mereka yang tidak membangun teknologi prediktif. Berbisnis dengan teknologi ini sudah bukan hal yang asing. Penggunaannya sudah sangat masif dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya, setidaknya dalam hal data historis dan informasi analisis.

Dari sini kemudian bisa muncul ramalan ke depan. Dengan demikian, kecerdasan buatan dan mesin pembelajar yang dikuasai dan dikembangkan saat ini akan memperbaiki proyeksi bisnis ke depan.

Kompas, 7 Mei 2020

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger