Pertengahan Juli 2012, tak kurang dari 55 pemimpin redaksi dari sejumlah media berkumpul dan mendeklarasikan berdirinya Forum Pemred.
Ketua Pengurus Harian Forum Pemred Wahyu Muryadi menegaskan, forum yang dibentuknya bersama puluhan pemred media massa itu bebas dari berbagai kepentingan. "Pers Indonesia adalah pers yang menjunjung tinggi prinsip independensi dari pengaruh kekuasaan, kelompok kepentingan, kekuatan ekonomi, dan pihak-pihak lainnya," ujar Pemred Tempo ini.
Tantangan paling konkret Forum Pemred adalah bagaimana mengembalikan esensi jurnalisme, informasi berkualitas, dan pengabdian kepada publik yang menjadi tujuan akhir media-media yang ada. Sudah makin nyata pers di Indonesia saat ini dalam kondisi yang tak sehat. Pers yang bebas atau independen dari pengaruh kekuasaan, baik ekonomi ataupun politik, semakin sedikit dan pada akhirnya publik juga yang menerima kerugian ini.
Kerugian timbul ketika pemberitaan yang muncul dari pelbagai outlet media kerap tampil secara bias, mengesampingkan isu-isu penting untuk publik, tetapi mengedepankan kepentingan para pemilik media. Belum lagi isi media yang makin menghindar dari risiko menjadi jurnalisme yang baik, mengurangi upaya melakukan kerja jurnalisme investigasi. Item berita yang lebih sensasional, yang mudah menghasilkan keuntungan, lebih disukai para pengelola media hari ini. Publik jadi kehilangan media yang punya integritas dan membela kepentingan mereka secara luas.
Kita tentu berharap jurnalisme adalah kegiatan yang masih relevan untuk kepentingan publik di Indonesia. Jurnalistik bukanlah entitas yang harus ditinggalkan atau dilupakan ketika informasi dari media menjadi begitu melimpah (diistilahkan dengan bahasa lebih halus media content—tak peduli apakah itu informasi, gosip, atau berita bohong). Kita tak ingin melihat jurnalisme di Indonesia sebagaimana judul buku Will the Last Reporter Please Turn Out the Light: The Collapse of Journalism and What Can Be Done to Fix It (Robert W McChesney and Victor Pickard, eds 2011).
Apakah para pemred yang berhimpun di sini juga menunjukkan sikap bahwa mereka selama ini sudah muak mengabdi kepada kepentingan para pemilik media yang terlalu mengedepankan kepentingan ekonomi dan politik mereka? Sudah saatnya media kembali ke semangat dasar membela kepentingan publik yang memberi mereka legitimasi untuk melakukan tindakan yang tak bisa dilakukan warga masyarakat biasa mana pun. Bill Kovach dan Tom Rosenthiel jauh-jauh hari mengingatkan ini sebagai elemen pertama dan mendasar dalam Elements of Journalism (2003).
Sejumlah pertanyaan Di luar tantangan di atas, ada sejumlah pertanyaan terhadap Forum Pemred.
Pertama, mengapa forum ini muncul pada masa sekarang, dua tahun menjelang Pilpres 2014. Apakah ada korelasi di antara dua hal ini?
Kedua, jika disebutkan pers Indonesia harus menjaga independensi dari pengaruh kekuasaan, kelompok kepentingan, dan kekuatan ekonomi, apakah berarti para pemred kian menyadari selama ini ada pengaruh sangat besar ditunjukkan pemilik media masing-masing yang kerap memiliki banyak agenda titipan yang harus diamankan redaksi atau newsroom?
Ketiga, langkah konkret apa yang akan dilakukan Forum Pemred untuk membuktikan upaya mereka menjaga independensi pers Indonesia tersebut?
Sejumlah pihak bisa saja menjadi sinis karena Forum Pemred mengumpulkan aneka jenis media, mulai dari yang kredibel hingga yang kurang kredibel. Namun, kita berharap Forum Pemred mau membuktikan kelahirannya bukanlah suatu yang sia- sia dan kiprahnya sangat ditunggu oleh publik yang makin geram dengan isi media yang makin mengasingkan diri mereka. Forum ini seharusnya juga bisa jadi forum untuk mendidik pemilik media untuk tak seenaknya menjadikan media miliknya sebagai pengabdi kepentingan pribadi atau perusahaan belaka, tetapi kembali pada esensi membela kepentingan publik.
Perlawanan dari dalam?
Apakah Forum Pemred ini menjadi suatu kebangkitan atau perlawanan diam-diam kalangan profesional media? Ishadi SK pernah menulis disertasi soal perlawanan "kalangan profesional" dari stasiun televisi swasta terhadap para pemilik televisi yang kala itu dikuasai keluarga Soeharto. Disertasi Ishadi dari jurusan Ilmu Komunikasi itu berjudul Praktik-praktik Diskursus di Ruang Pemberitaan RCTI, SCTV, dan Indosiar, dan dipertahankan di depan sidang Senat Akademik UI, September 2002.
Apakah terlalu jauh jika publik berharap forum ini bukan sekadar kelompok gaul sekelompok elite dalam pembentukan opini massa, yang kemudian mengasingkan dirinya dari kebutuhan publik, ataupun menafikan kondisi bahwa media kita sudah makin terkontaminasi aneka kepentingan di luar diri pers? Apakah para pemred tak sedang melakukan konsolidasi untuk berhadapan dengan kekuatan modal yang sangat mendikte itu?
Tantangan yang dihadapi media informasi di Indonesia memang berat. Pergeseran pola konsumsi masyarakat, terutama di perkotaan, yang lebih gemar menggunakan media online untuk akses informasi membuat pusing banyak pihak. Kemajuan teknologi komunikasi yang ada sering dianggap biang keladi menurunnya oplah dan iklan media-media konvensional, terutama surat kabar dan majalah.
Di sisi lain, media televisi dituntut segera mengikuti perkembangan zaman untuk bermigrasi ke pola penyiaran digital, menggantikan penyiaran analog yang selama ini dikenal. Pemerintah telah mematok migrasi ke dunia digital akan selesai pada 2018. Apakah Forum Pemred bisa menawarkan jawaban konkret untuk sejumlah tantangan berat ini.
Ignatius Haryanto Direktur LSPP di Jakarta (Kompas cetak, 28 Juli 2012)
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar