"Seharusnya Presiden sebagai kepala negara wajib melindungi HAM warga negaranya sebelum berbicara di forum PBB. Pidato di PBB menjadi pembenaran atas kekerasan hingga menghilangkan nyawa warga negara yang berasal dari kelompok minoritas oleh kelompok antitoleransi dan melawan hukum," ujar Eva di Jakarta, Jumat (28/9).
Pidato Presiden lebih menyuarakan aspirasi kelompok antitoleransi, pengguna kekerasan, dan melawan hukum.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar di Jakarta menyesalkan pidato Presiden Yudhoyono yang melupakan konteks keindonesiaan saat berusaha eksis di panggung internasional.
"Ada hal yang dilupakan saat berbicara penistaan agama, yakni krisis Suriah yang membuat rakyat dibunuh oleh rezim As'ad secara brutal tidak dibahas secara tegas sikap Indonesia. Bicara penghujatan agama, tetapi melupakan kegagalan Indonesia melindungi anggota kelompok minoritas yang dianiaya, bahkan dibunuh. Aneh sikapnya, berusaha membela martabat Islam, tetapi di dalam negeri banyak kelompok garis keras dibiarkan melakukan kekerasan. Presiden Yudhoyono pasti ditertawakan oleh komunitas internasional," ujar Haris.
Sebagai bukti nyata dari hal-hal yang dilupakan itu, hasil sidang di Dewan HAM PBB, Indonesia mendapat kritik.
Sementara saat menawarkan investasi di Indonesia kepada investor asing, kata Haris, Presiden Yudhoyono melupakan fakta bahwa tidak ada perlindungan akses tanah bagi masyarakat kecil dan para petani penggarap.
Dia menilai, Presiden Yudhoyono tidak menggunakan perspektif kemanusiaan saat tampil berpidato di forum PBB. Hal ini akan menjadi bumerang bagi Presiden Yudhoyono kalau ingin tampil sebagai tokoh di internasional. (ONG)
Sumber: Kompas, Sabtu, 29 September 2012
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar