MARYANTO
Kurikulum 2013 kembali disorot. Rancangan pembelajaran Bahasa Indonesia dianggap langkah mundur karena berhaluan strukturalis.
Seolah-olah sudah usang dan tabu kata struktur digunakan untuk belajar bahasa.
Marilah merenung sejenak. Bahasa tak bakal lepas dari urusan struktur. Bandingkan bunyi /a/ dengan /i/. Bunyi ujaran terkecil itu masing-masing terstruktur rapi dari bentuk bibir dan lidah serta mulut yang ketiganya tak mungkin acak-acakan. Urusan bahasa yang lebih besar, misal untuk bernegosiasi, juga bersangkut- paut dengan persoalan struktur. Sebuah negosiasi yang amburadul teks bahasanya dapat dipastikan akan gagal untuk mencapai kompromi.
Sorotan Bambang Kaswanti Purwo, Kurikulum Bahasa Indonesia (Kompas , 20/3), sangat tajam dan tentu menarik bagi publik yang peduli akan nasib Bahasa Indonesia ke depan. Jika tujuannya untuk menelaah kritis pembelajaran bahasa berbasis teks, bacaan yang disuguhkan bambang itu belum komprehensif dan pembaca pun akan berprasangka bahwa Kurikulum 2013 dikembangkan tanpa kemauan politik untuk melakukan inovasi perencanaan bahasa nasional.
Bukan sekadar mapel
Tulisan Bambang mengajak publik menengok ke belakang perjalanan Bahasa Indonesia sebagai mata pelajaran (mapel) dari masa ke masa pemberlakuan kurikulum: 1975, 1984, 1994, 2004, dan 2006. Sepanjang perjalanan itu, Bahasa Indonesia ternyata tak kunjung bermartabat; literasi kepada anak Indonesia tetap saja jeblok. Kenyataan itu agaknya luput dari perhatian Bambang. Kurikulum 2013 menempatkan Bahasa Indonesia sangat bermartabat. Sistem pendidikan Indonesia akan segera meninggalkan masa kelam ketika bahasa nasional ini dilecehkan pada setiap satuan pendidikan dengan kamuflase sekolah berstandar (bahasa) internasional. Kini Bahasa Indonesia dijadikan mapel penghela, penghulu, atau pembawa ilmu pengetahuan.
Untuk memberlakukan Kurikulum 2013, benar apa yang hendak dikatakan Bambang: proses pembelajaran Bahasa Indonesia tak boleh bergerak mundur. Proses Bahasa Indonesia di sekolah haruslah berjalan jauh lebih maju sehingga mampu membawa proses pembelajaran lain, seperti IPA dan IPS di sekolah dasar (SD). Untuk itu, dari tingkat SD, Bahasa Indonesia dirancang pembelajarannya secara utuh berbasis teks. Teks di sini berbentuk tulisan, lisan, dan—bahkan—multimodal, seperti gambar. Setiap teks bahasa Indonesia diproses di kelas sekaligus untuk mencari dan menemukan ilmu pengetahuan di luar bahasa. Sebagai contoh di kelas I SD, terdapat pelajaran IPA tentang anggota tubuh dan panca indera. Materi IPA itu dikemas dalam pembelajaran teks deskripsi dengan struktur: pernyataan umum mengenai ihwal yang dideskripsikan dan pernyataan khusus mengenai bagian-bagian yang dideskripsikan.
Melalui pembelajaran teks itu, anak dapat digiring untuk memulai deskripsi dengan pernyataan umum mengenai sikap mereka, seperti tanggung jawab, peduli, dan percaya diri terhadap tubuh dan panca indera yang dimiliki— apa pun kondisinya—sebagai anugerah Tuhan.
Pembelajaran teks sangat terikat struktur. Tak hanya teks yang terstruktur. Pembelajarannya juga terstruktur rapi dengan orientasi pada sikap (spiritual dan sosial), pengetahuan, dan keterampilan. Secara metodologis- pedagogis, pembelajaran teks selalu diproses dengan tahapan pembangunan konteks, pemodelan teks, kerja sama membangun teks, dan kerja mandiri meng embangkan teks. Konteks pem - belajaran dibangun menurut situasi dan budaya yang dihadapi anak sehari-hari. Jika dalam keseharian, misal, anak daerah Jawa lebih akrab dengan kata irung daripada hidung, pemanfaatan kosakata daerah itu akan didahulukan untuk membantu anak memahami dan memproduksi teks. Kosakata bahasa nasional yang dibakukan (kosakata baku) mulai dipilah dan dipilih di kelas tinggi (kelas IV SD). Di kelas rendah, dengan pembelajaran teks, kehadiran Bahasa Indonesia tidak akan mengagetkan atau menakutkan bagi anak.
Kurikulum 2013 menghadirkan Bahasa Indonesia di benak anak sekolah, terutama pada kelas awal pendidikan dasar, sangat ramah dengan bahasa daerah atau bahasa ibu. Tak ada hambatan, jika diperlukan pemangku kepentingan (pihak sekolah dan pemerintah daerah), untuk melahirkan atau mempraktikkan Kurikulum 2013 berbahasa ibu.
Pada akhir pendidikan dasar (SMA/sederajat), Bahasa Indonesia hadir bersanding dan bersaing dengan bahasa asing, terutama Bahasa Inggris, dalam konteks percaturan dunia global. Pada saat itu, anak sudah dituntut mampu mengonsumsi dan memproduksi teks hasil konversi, termasuk teks terjemahan Bahasa Inggris. Sikap mengutamakan bahasa sendiri seperti itu modal besar untuk internasionalisasi Bahasa Indonesia. Itulah tantangan mapel bahasa Indonesia yang berbasis teks: bukan sekadar mapel yang berlaku sebelum Kurikulum 2013.
Agen perubahan
Skema pembelajaran Bahasa Indonesia berbasis teks dalam kemasan Kurikulum 2013 diusung oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Dengan paradigma baru pendidikan Indonesia, Badan Bahasa terpanggil bertindak jadi agen perubahan pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah. Perubahan yang sangat mendasar tecermin dari rancangan mapel Bahasa Indonesia yang sangat efektif sebagai wahana mapel yang lain.
Pembelajaran teks membawa anak, sesuai perkembangan mentalnya, menyelesaikan masalah kehidupan nyata dengan berpikir kritis. Adalah kenyataan, masalah kehidupan sehari-hari tak terlepas dari kehadiran teks. Untuk membuat minuman atau masakan, perlu digunakan teks arahan/ prosedur. Untuk melaporkan hasil observasi terhadap lingkungan sekitar, teks laporan perlu diterapkan. Untuk mencari kompromi antarpihak bermasalah, teks negosiasi perlu dibuat. Untuk mengkritik pihak lain pun, teks anekdot perlu dihasilkan. Selain teks sastra non-naratif itu, hadir pula teks cerita naratif dengan fungsi sosial berbeda. Perbedaan fungsi sosial tentu terdapat pada setiap jenis teks, baik genre sastra maupun nonsastra, yaitu genre faktual (teks laporan dan prosedural) dan genre tanggapan (teks transaksional dan ekspositori). Memang, materi pembelajaran Bahasa Indonesia membuat muatan Kurikulum 2013 penuh struktur teks.
Struktur teks dapat diibaratkan struktur bangunan rumah. Rumah joglo tentu berbeda struktur dengan rumah gadang; perbedaannya lengkap dengan segala bentuk kegiatan sosial di setiap bangunan. Dalam kerangka itu, bangunan teks dilengkapi dengan kegiatan menyimak, membaca, menulis, dan berbicara, serta apresiasi sastra. Struktur bangunan teks itu tidak tabu dibahas tersendiri dalam kegiatan pembelajaran. Namun, dalam pembahasannya, struktur teks tidak boleh dikacaukan dengan struktur kalimat seperti yang dijelaskan Bambang untuk Kurikulum 1975. Untuk Kurikulum 2013, tak kurang dari empat puluh bangunan teks yang dicanangkan Badan Bahasa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Perubahan besar akan terjadi di dunia bahasa Indonesia, terutama di sekolah, jika tidak ada aral yang menghalangi penerapan Ku rikulum 2013. Ayo berubah!
MARYANTO Pemerhati Politik Bahasa; Anggota Tim Penyusun Buku "Kurikulum 2013"
(Kompas cetak, 3 April 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar