Enam mahasiswa tewas ditembak di Kampus Trisakti, Jakarta Barat. Itulah berita utama harian ini, Rabu, 13 Mei 1998, lima belas tahun lalu.
Penembakan dengan peluru tajam 12 Mei 1998 terhadap enam mahasiswa Trisakti menjadi awal runtuhnya Orde Baru. Hari pemakaman mahasiswa berkembang menjadi kerusuhan sosial di Jakarta, 13-15 Mei 1998. Sebagian Jakarta terbakar. Sejumlah korban tewas. Sejumlah pusat perbelanjaan dibakar massa. Situasi tak terkendali di Ibu Kota memaksa Presiden Soeharto menyatakan berhenti sebagai presiden, jabatan yang didudukinya selama 32 tahun, pada 20 Mei 1998. Soeharto menyerahkan kekuasaan kepada Wakil Presiden BJ Habibie.
Hari Minggu dan Senin, 12-13 Mei 2013, sejumlah mahasiswa berunjuk rasa menuntut pertanggungjawaban terjadinya kerusuhan Mei 1998. Mereka mengambil tema "Menolak Lupa". Peristiwa yang menjadi bagian dari sejarah gelap bangsa Indonesia itu sampai kini masihlah gelap. Belum ada penyelidikan guna mengungkap kasus kerusuhan Mei. Kendati Komisi Nasional Hak Asasi Manusia telah merampungkan penyelidikan, penuntasan kasus itu masih jalan di tempat.
Gerakan mahasiswa pada Mei 1998 telah mengantarkan Indonesia memasuki era baru. Era demokrasi di mana pers bisa menikmati kebebasannya, kebebasan berorganisasi dihargai, dan ruang berpendapat dibuka luas. Akibatnya, sebagaimana dikeluhkan banyak kalangan, demokrasi menjadi gaduh karena memang baru menyentuh urusan prosedural.
Yang memprihatinkan sebagaimana tecermin dalam jajak pendapat Kompas, Senin, 13 Mei 2013, tujuh dari sepuluh orang menganggap reformasi tidak membawa hasil. Jajak pendapat ini harus menjadi perhatian pengelola negeri ini. Beberapa hal yang menjadi indikator adalah merajalelanya korupsi, konflik sosial di sejumlah wilayah di Tanah Air, dan kebebasan beribadah yang tetaplah menjadi isu yang masih harus terus diperjuangkan, sementara kesenjangan ekonomi justru terasa kian menganga.
Kita mengkhawatirkan Indonesia terjebak dalam demokrasi beku (frozen democracy) sebagaimana disebut George Sorensen. Demokrasi beku ditandai oleh kondisi ekonomi yang tak kunjung membaik, pembentukan masyarakat sipil yang terhambat, konsolidasi masalah sosial politik yang tak kunjung selesai, dan penyelesaian masalah hukum yang tak kunjung rampung.
Jika mencermati realitas yang ada sekarang, bayangan Indonesia terjebak dalam demokrasi beku terasa ada di depan mata. Penyelesaian masalah hukum masa lalu menjadi salah satu masalah, yang tak kunjung bisa dituntaskan. Padahal, salah satu syarat menuntaskan konsolidasi demokrasi adalah bagaimana sebuah bangsa mampu menuntaskan masalah hukum masa lalunya. Inilah problem keadilan transisional yang belum bisa dituntaskan meski reformasi telah berusia 15 tahun!
(Tajuk Rencana Kompas, 13 Mei 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar