Jika pengelolaan anggaran negara tidak terjaga dengan baik, Indonesia bisa terpeleset kembali ke dalam jurang krisis ekonomi. Karena itu, menteri keuangan harus bebas dari konflik kepentingan dan afiliasi partai politik.
Perekonomian Indonesia saat ini boleh dibilang salah satu yang paling sehat di dunia. Pertumbuhan ekonomi dan stabilitas sektor keuangan terjaga baik. Perusahaan lokal dan asing di berbagai industri terus berekspansi saat dunia lesu. Kestabilan ekonomi tak lepas dari terjaganya kebijakan terkait pengendalian uang beredar (moneter) serta anggaran penerimaan dan belanja negara (fiskal). Dasawarsa terakhir belanja negara tak pernah terlalu jauh melebihi penerimaan sehingga penambahan utang cukup terjaga relatif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Tingkat utang pemerintah pusat menurun terus dibandingkan besarnya perekonomian kita. Rasio utang terhadap pendapatan nasional kini berada pada tingkat yang cukup rendah dibandingkan banyak negara lain: sekitar 24 persen. Rendahnya tingkat utang negara berperan penting memperbaiki kepercayaan dunia investasi pada perekonomian kita.
Sejak 2010, dana investasi asing mengalir deras ke Indonesia, mulai masuk ke sektor riil dan instrumen keuangan jangka panjang (sebelumnya lebih pada instrumen investasi jangka pendek). Ini memungkinkan tercapainya fenomena yang sebelumnya tak pernah berhasil dicapai di negeri ini: kombinasi antara suku bunga rendah dan pergerakan nilai tukar rupiah yang terjaga.
Hasil evolusi perekonomian Indonesia dalam dasawarsa terakhir ini bukan hanya terjadi di atas kertas yang manfaatnya dinikmati segelintir pemain pasar keuangan. Masyarakat pun ikut menikmati stabilitas perekonomian yang memungkinkan turunnya tingkat suku bunga. Cicil- an kredit mobil, rumah, dan usaha kecil menjadi lebih murah. Bahkan, akibat dari tumbuhnya permintaan untuk obligasi tenor panjang di pasar modal, jangka waktu cicilan untuk KPR kepada masyarakat sekarang bisa diperpanjang hingga 15-20 tahun. Cicilan rumah yang dulu terasa berat sekarang lebih terjangkau.
Berkat menteri keuangan
Melihat balik 5-10 tahun lalu, kondisi sekarang ini tampak mustahil. Penurunan suku bunga selalu diikuti pelemahan nilai tukar secara drastis yang berujung krisis ekonomi (karena investor asing dahulu melihat Indonesia negara berisiko dengan tingkat utang tinggi sehingga investor yang masuk pemain spekulatif jangka pendek yang butuh kompensasi suku bunga tinggi pula). Intinya, kita perlu mencamkan, kestabilan perekonomian saat ini bukan kebetulan. Ia tak mungkin tercapai tanpa pengawalan konsisten menteri keuangan terhadap kebijakan anggaran 12 tahun terakhir (Boediono, Sri Mulyani, hingga Agus Martowardojo yang meninggalkan posisi itu Mei ini).
Dalam setiap negara demokratis, anggaran negara merupakan kompromi berbagai kepentingan politik lintas golongan. Setiap entitas politik secara alamiah berusaha memaksimalkan belanja negara agar menguntungkan konstituennya. Itu sebabnya, jika anggaran belanja negara diibaratkan mobil yang selalu ingin melaju lebih cepat, menteri keuangan harus bisa berfungsi sebagai rem pakem. Ia harus mengerti betul keterkaitan kebijakan anggaran dengan jumlah uang beredar, suku bunga, nilai tukar, dan stabilitas pasar keuangan.
Kepercayaan dunia investasi terhadap perekonomian Indonesia harus dijaga baik karena tantangan yang dihadapi perekonomian ke depan akan meningkat. Contohnya, cadangan devisa di BI mulai menurun sejak akhir 2012, antara lain akibat impor BBM yang meningkat relatif terhadap ekspor (buah dari subsidi BBM membengkak). Kekurangan penerimaan terhadap belanja negara terancam melebihi 3 persen pendapatan nasional.
Jika tekanan seperti ini dibiar- kan terus mengakumulasi ke depan tanpa kebijakan korektif, kepercayaan investor internasional bisa berbalik arah. Jika terjadi pembalikan arus modal ke luar negeri, nilai tukar bisa goyah, suku bunga harus dinaikkan, dan perekonomian akan kembali goyang seperti episode buruk pada 2005 dan 2008 yang kita alami.
Di sinilah pentingnya peran nyata menteri keuangan. Ia harus bisa menjaga kepercayaan serta mendorong dan meyakinkan pemimpin negara akan perlunya mengambil tindakan tidak populer (menaikkan harga BBM). Visinya juga minimal 10 tahun ke depan, melebihi visi lima tahunan politisi peserta pemilu yang senantiasa berusaha mendorong anggaran belanja. Jadi, seorang menteri keuangan harus dari kalangan profesional—praktisi atau akademisi—yang bebas dari kepentingan dan agenda politik. Jika tidak, anggaran negara bisa diibaratkan sebagai mobil tanpa rem yang rentan kecelakaan.
Helmi Arman Country Economist Citibank Indonesia
(Kompas cetak, 28 Mei 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar