Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 13 Mei 2013

Reformasi untuk Pertumbuhan Berkelanjutan (Anoop Singh)

Anoop Singh
Indonesia diproyeksikan tetap menjadi negara dengan pertumbuhan tercepat di wilayah Asia karena didorong permintaan domestik yang tinggi dan prospek global yang terus meningkat.
Dalam kajian terakhir IMF (World Economic Outlook, April 2013), pertumbuhan ekonomi global diproyeksikan mencapai 3,25 persen pada 2013 dan 4 persen pada 2014. Pada bulan-bulan terakhir, dua dari ancaman terbesar terhadap ekonomi global—risiko pecahnya Uni Eropa dan kontraksi fiskal di Amerika Serikat—telah terhindarkan. Bagaimanapun, ekonomi negara maju menghadapi periode penuh tantangan di depan dengan pertumbuhan Eropa tertinggal di belakang AS dan Jepang.
Sebaliknya, ekonomi negara-negara berkembang tumbuh lebih cepat dan yang paling menonjol adalah di Asia. IMF dalam Regional Economic Outlook Asia and Pacific pada April 2013 meramalkan, negara-negara berkembang di Asia akan bertumbuh melebihi 6,5 persen pada 2013 dan mendekati 7 persen pada 2014. Pertumbuhan ini didukung penguatan permintaan ekspor di wilayah itu dan permintaan domestik yang kuat.
Konsumsi dan investasi swasta selama ini didukung pertumbuhan tenaga kerja, dan di beberapa negara lain, tingkat suku bunga rendah dan tingginya ekspansi kredit. Hal ini dapat mengakibatkan kenaikan harga aset dan ketidakseimbangan finansial di beberapa ekonomi. Karena itu, pembuat kebijakan di Asia menghadapi suatu aksi kesetimbangan yang rapuh pada masa mendatang—mendukung pertumbuhan ekonomi sembari menjaga potensi perluasan risiko di sektor keuangan.
Selain itu, para pembuat kebijakan di wilayah ini juga perlu mempertimbangkan cara terbaik untuk menyeimbangkan stimulus fiskal yang terjadi sejak krisis global dimulai untuk menjamin kondisi fiskal ekonomi Asia tetap sehat.
Tantangan ke depan
Indonesia sedang menghadapi beberapa dari tantangan tersebut. IMF memproyeksikan, pertumbuhan akan dipertahankan di angka sekitar 6,25 persen pada 2013. Namun, defisit neraca berjalan diperkirakan akan cukup besar tahun ini, seperti yang terjadi pada 2012. Hal ini diakibatkan kenaikan permintaan pada neraca migas dan turunnya harga komoditas.
Inflasi juga telah meningkat dalam beberapa bulan terakhir. Selain itu, kenaikan subsidi BBM juga meningkatkan beban anggaran. Penyesuaian kebijakan dibutuhkan untuk menjaga kinerja ekonomi Indonesia, terutama untuk mengurangi biaya subsidi BBM yang dapat menekan kenaikan inflasi dan menekan penurunan neraca pembayaran. Namun, untuk mempertahankan kinerja ini di jangka panjang akan dibutuhkan reformasi yang berkesinambungan.
Dalam pidatonya baru-baru ini, Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde menggambarkan pencapaian pertumbuhan berkelanjutan dan kemakmuran yang merata sebagai "Mimpi Asia" (Asia's Dream). Ia menyoroti tiga area kunci untuk mewujudkan mimpi itu, yakni investasi pada sumber daya manusia, iklim yang tepat bagi investasi dan pertumbuhan, serta jaminan pertumbuhan yang berkesinambungan melalui perlindungan terhadap lingkungan. Apa yang dibutuhkan Indonesia agar bisa mencapai Mimpi Asia?
Yang terutama, Indonesia harus fokus adalah berinvestasi pada sumber daya manusia, terutama generasi muda, yang merupakan aset terbesar bangsa ini. Ini berarti peningkatan pengeluaran dalam kesehatan, pendidikan, dan pelatihan untuk menyiapkan generasi muda Indonesia secara lebih baik agar dapat berkontribusi dan menarik manfaat dari pertumbuhan ekonomi negara. Indonesia juga perlu berinvestasi lebih banyak dalam infrastruktur karena ketertinggalan dalam hal jaringan transportasi, pelabuhan dan logistik, serta pembangkitan tenaga listrik dibandingkan dengan negara-negara sepantaran (peer countries).
Indonesia terutama membutuhkan infrastruktur yang lebih baik agar dapat secara penuh memanfaatkan peluang yang timbul dari integrasi ASEAN. Ini juga berarti Indonesia perlu menjaga rezim perdagangan dan investasi terbuka. Selain itu, Indonesia harus melindungi lingkungan untuk memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan sambil menjaga kualitas kehidupan bagi generasi mendatang.
Rekor subsidi
Untuk melakukan semua ini dan menjaga kestabilan makroekonomi, Indonesia perlu ruang fiskal yang cukup—yang pada saat ini dibebani subsidi BBM—dan memberikan insentif lebih besar bagi partisipasi swasta, terutama dalam hal infrastruktur. IMF baru-baru ini merilis suatu analisis menyeluruh mengenai subsidi energi. Secara global, subsidi ini mencapai jumlah yang mengejutkan, yaitu 1,9 triliun dollar AS atau kira-kira setara dengan 8 persen dari total pendapatan pemerintah di seluruh dunia.
Dengan menghapuskan subsidi ini, kita dapat mengurangi insentif bagi konsumsi energi berlebihan yang pada gilirannya dapat mengurangi emisi karbon dioksida hingga kira-kira sebesar 13 persen. Di Indonesia, tindakan ini dapat membuka pintu bagi industri dan teknologi hijau yang dapat menghasilkan manfaat secara regional ataupun global dengan status Indonesia.
Tidak diragukan lagi, hal ini pasti melibatkan perubahan. Namun, ekonomi Indonesia telah menunjukkan ketangguhannya selama krisis global, dan melalui kebijakan yang tepat Indonesia dapat menghadapi berbagai tantangan tersebut.
Anoop Singh Direktur Departemen Asia dan Pasifik IMF
(Kompas cetak, 13 Mei 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®















Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger