Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 18 Mei 2013

(Tajuk Rencana Kompas, 18 Mei 2013)

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2013 mengakomodasi bertambahnya defisit akibat melebarnya pengeluaran dari penerimaan.

Dalam APBN-P 2013, pemerintah, seperti diungkapkan Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, merevisi target penerimaan pajak yang merupakan tulang punggung APBN. Pemerintah menaikkan target defisit menjadi Rp 233,7 triliun atau 2,48 persen dari produk domestik bruto. Dalam APBN 2013, sasaran defisit besarnya Rp 153,3 triliun atau 1,65 persen PDB. Dengan demikian, defisit menggelembung Rp 80,4 triliun.

Defisit bukan hal tabu dalam anggaran suatu negara. Persoalannya, dapatkah defisit tersebut menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi sehingga terjadi penyerapan tenaga kerja dan pengurangan jumlah orang miskin seperti sasaran pemerintah saat ini.

Di sisi pembelanjaan, pemerintah menambah anggaran, antara lain, karena membengkaknya subsidi bahan bakar minyak, program kompensasi pengurangan subsidi BBM bagi masyarakat miskin, dan bertambahnya anggaran pendidikan yang sesuai undang-undang ditetapkan 20 persen dari anggaran belanja APBN.

Pembengkakan anggaran untuk subsidi BBM sudah berulang kali mendapat sorotan tajam di masyarakat. Penerima subsidi bias perkotaan dan bias kelompok masyarakat mampu. Pemerintah berusaha mengurangi subsidi dengan memperhitungkan kenaikan harga Premium dan solar bersubsidi, masing-masing akan menjadi Rp 6.500 dan Rp 5.550, tetapi kenaikan konsumsi BBM bersubsidi tetap akan membebani APBN.

Upaya mencegah defisit lebih besar dengan memotong anggaran yang bukan operasional dan bukan prioritas, seperti biaya seminar, perjalanan dinas, honor, dan rapat di luar kantor, menjawab keinginan masyarakat akan efisiensi penggunaan anggaran. Di sini, kepemimpinan dan contoh dari atas sangat penting agar pegawai pemerintah dan masyarakat melihat satunya kata dan perbuatan.

Peringatan tentang dampak ekonomi global terhadap perekonomian Indonesia beberapa kali datang dari pakar dan lembaga keuangan sejak tahun lalu. Sampai awal tahun ini pemerintah masih yakin ekonomi tumbuh 6,4 persen. Melalui triwulan I, pertumbuhan ekonomi ternyata hanya 6,02 persen. Kita masih bisa berharap konsumsi domestik mendongkrak pertumbuhan pada saat puasa dan Lebaran nanti.

Namun, kita punya persoalan mendasar, seperti kinerja ekspor belum memenuhi sasaran, defisit perdagangan masih membayangi, tertekannya nilai tukar rupiah, ketergantungan pada impor BBM, dan inflasi. Hal tersebut seharusnya dapat diantisipasi sejak awal karena pelemahan ekonomi dunia diketahui akan berkepanjangan.

Oleh karena itu, pemerintah harus melakukan langkah lebih mendasar daripada yang lebih bersifat reaktif dan belum menyentuh persoalan mendasar.

***
(Tajuk Rencana Kompas, 18 Mei 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger