Setelah gerakan reformasi berjalan 15 tahun, ketimpangan ekonomi tidak juga berkurang, tetapi justru melebar. Keluhan bermunculan karena realitas bidang ekonomi dan politik semakin menjauhi cita-cita gerakan reformasi. Dalam bidang politik terjadi kegaduhan, sementara di bidang ekonomi terlihat ketimpangan.
Kesenjangan melebar antara kelompok kaya dan miskin. Semakin terlihat bahwa kekayaan menumpuk hanya pada segelintir orang yang jumlahnya sekitar 40, sementara puluhan juta orang terus bergulat setiap hari dalam keterbatasan hidup. Kekayaan bagi sejumlah orang berarti kemiskinan bagi orang lain.
Persoalan ketimpangan tidak hanya berlangsung antara perkotaan dan pedesaan, tetapi juga antara Jawa dan luar Jawa. Juga antara Indonesia bagian barat dan Indonesia bagian timur. Tidak kalah memprihatinkan kemiskinan di wilayah perkotaan. Apa yang salah? Persoalan kesenjangan tentu merupakan kombinasi antara persoalan kultural dan struktural. Secara kultural, kemiskinan dan kesenjangan tidak terlepas dari masalah etos kerja yang lemah.
Di sisi lain, secara struktural, kesenjangan dan kemiskinan disebabkan lemahnya kemauan politik. Upaya mengatasi kesenjangan dan kemiskinan tidak diikat dalam komitmen politik serta kebijakan yang kuat dan konsisten. Program pengentasan orang dari kemiskinan dan pengurangan kesenjangan semakin menghadapi tantangan karena praktik korupsi meluas di kalangan pejabat dari pusat sampai ke daerah.
Tidak kalah memprihatinkan, dalam mempertahankan standar hidup tinggi di kalangan tertentu, tak jarang lingkungan dikorbankan. Pengerukan sumber daya alam berlangsung tidak terkendali. Ribuan tambang liar telah menghancurkan lingkungan. Proses penggundulan hutan berlangsung di mana-mana. Krisis ekologi merupakan salah satu bahaya terbesar masa depan.
Kehancuran ekologi, yang berlangsung paralel dengan ketimpangan ekonomi, merupakan tantangan pelik yang dihadapi bangsa Indonesia. Bahaya lebih besar akan menghadang jika kesenjangan dan krisis ekologi tidak segera diatasi. Pembangunan yang berkesinambungan (sustainability) tidak mungkin berlangsung apabila ketimpangan sosial-ekonomi dan krisis ekologi dibiarkan.
Perbaikan kesenjangan bukan hanya untuk kepentingan kelompok miskin, melainkan juga kelompok kaya. Secara sosiologis sering diibaratkan, kekuatan sebuah mata rantai sosial sangat ditentukan oleh mata rantai paling lemah. Seluruh mata rantai sosial tidak akan berjalan, berputar, dan berfungsi jika salah satu mata rantainya rapuh dan putus. Kelompok kaya juga tidak akan bergerak leluasa apabila kehidupan sosial kenegaraan dimacetkan oleh mata rantai persoalan kelompok miskin.
(Tajuk Rencana Kompas, 22 Mei 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar