Setahun lagi, pemilihan presiden akan dilakukan di Indonesia. Pastilah mereka yang akan mencalonkan diri sudah mulai membangun strategi, terutama strategi kampanye pilpres.
Efektivitas kampanye pemilihan presiden (pilpres) tentu sangat dipengaruhi bagaimana memperoleh opini publik. Meskipun figur atau latar belakang calon sering kali menjadi salah satu alasan dalam memilih calon, masyarakat yang semakin berilmu pengetahuan saat ini akan lebih jeli dalam memilih.
Informasi pada sebuah kampanye akan mampu memengaruhi pemilih jika pemilih punya gambaran tentang calon. Mengenali identitas calon merupakan hal penting bagi pemilih. Di sisi lain, capres harus mampu mengenali perilaku calon pemilih. Pada tahun 2014, televisi jelas masih punya dampak terhadap calon, tetapi informasi secara online akan kian berpengaruh karena Indonesia pengguna internet ke-8 terbesar di dunia dengan jumlah pengguna 55 juta orang.
Tidak kalah penting dalam pilpres, seperti halnya dalam pemilihan bupati/wali kota atau gubernur, kampanye si calon sebagai sumber informasi lebih penting dibandingkan dengan informasi partai pengusungnya. Partai tak perlu gembar-gembor mengenai calonnya, tetapi tim sukses harus bekerja maksimal dan memiliki orang-orang andal dalam strategi pemenangan.
Dalam era yang makin mengandalkan jaringan online, model kampanye tentu harus diubah. Kampanye akan punya pengaruh bila informasinya asimetris. Calon yang bisa berbicara dan memengaruhi pemilih serta menggunakan strategi membangun informasi yang asimetris akan memengaruhi jumlah pemilih.
Tak cukup dengan janji
Memiliki model-model informasi yang berbeda dari calon lain berdampak besar kepada pemilih. Dalam kaitan dengan teknologi informasi, faktor pertama yang berpengaruh bagi seorang capres adalah perilaku dan kepribadian terhadap internet. Contoh sederhana adalah pada pemilihan presiden AS yang lalu: Obama sangat terampil menggunakan Blackberry dan mengelola informasi e-mail, serta media jejaring sosial; sedangkan McCain sangat lemah, bahkan membuka e-mail saja tidak mampu.
Keterampilan sebelum mencalonkan diri—dalam berbicara, berkomunikasi (lisan-tulisan), dan menggunakan teknologi— penting bagi seorang capres. Jadi, masih ada waktu bagi yang akan mengajukan diri menjadi capres untuk belajar menggunakan media komunikasi yang andal.
Di sisi lain, tim pemenangan yang tangguh dalam pilpres nanti adalah tim yang mampu mengenali budaya lokal masyarakat Indonesia yang beragam, terampil dalam media komunikasi, dan tangguh menyampaikan misi dan visi ke calon pemilih melalui berbagai media sesuai generasinya.
Siapa pun dan dari partai apa pun, seorang calon presiden tentu berasal dari partai yang memiliki beragam perilaku anggotanya: ada anggota partai yang baik atau biasa-biasa saja, tetapi juga ada yang buruk. Siapa yang mampu menunjukkan identitas diri yang positif akan mampu mengalahkan isu-isu dalam partainya. Sebab, dalam kampanye, yang muncul adalah sosok capres, bukan sosok partai. Menunjukkan identitas diri yang sebaik-baiknya dan visioner melalui berbagai media, termasuk media web 2.0, merupakan nilai plus dalam sebuah kampanye.
Tim sukses yang andal pasti tidak akan lupa untuk memasukkan pakar teknologi informasi dan pakar informasi dalam tim. Obama mampu memengaruhi pemilih melalui berbagai media karena memiliki tim ahli dan penasihat teknologi baik dari Facebook maupun Google. Penggunaan media sosial seperti Facebook, Youtube, dan Twitter sangat penting untuk membidik pemilih generasi internet.
Di pilpres sebelumnya, pakar teknologi dari tim sukses pilpres membidik pasar pengguna ponsel karena pada masa itu pengguna ponsel lebih banyak dibandingkan dengan internet. Namun, seiring berpadunya gadget, saat ini pengguna internet penting dipertimbangkan sebagai calon pemilih karena jumlahnya kian meningkat. Dalam hal ponsel, Indonesia pengguna terbesar keempat di dunia dengan jumlah ponsel sudah melebihi jumlah penduduk. Bagaimana dengan konten atau isi pesan capres?
Menjanjikan sesuatu saja tampaknya tidak akan cukup karena janji tanpa realisasi sudah telanjur banyak dilakukan dan sudah mengecewakan masyarakat. Konsep dan strategi merupakan informasi penting bagi calon pemilih.
Ida Fajar Priyanto PhD Information Science, University of North Texas, AS
(Kompas cetak, 1 Juni 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar