Data Litbang harian ini menggambarkan, dalam kurun waktu dua tahun, Juni 2011-Juni 2013, tercatat delapan kali aksi teror di kabupaten berpenduduk 202.272 jiwa itu. Senin pagi lalu, seorang pelaku bom bunuh diri meledakkan diri di halaman Markas Polres Poso. Dia tewas!
Polri terus berupaya mengungkap siapa pelaku bom bunuh diri. Langkah Polri mengungkap aksi terorisme di Poso haruslah mendapat dukungan semua pihak karena aksi kekerasan telah menimbulkan banyak korban.
Penyelidikan menyeluruh harus dilakukan guna mengungkapkan dua pertanyaan pokok. Pertama, mengapa Poso sepertinya dijadikan markas gerakan kekerasan di Indonesia. Kedua, mengapa aksi terorisme terus saja terjadi di Indonesia.
Kritik dari Hasrullah, pengajar komunikasi politik dari Universitas Hasanuddin, Makassar, menarik ditelaah lebih lanjut. Dia mengatakan, Poso hanya diperhatikan setelah ada letupan dan setelah itu tidak dipandang lagi. "Kalaupun diperhatikan, hanya pada aspek represif, tidak menyeluruh pada aspek sosial-ekonomi."
Dalam sejarahnya, berbagai upaya dilakukan pemerintah melalui Wakil Presiden Jusuf Kalla. Setelah terjadi konflik bernuansa agama tahun 1999, Kalla beberapa kali turun ke lapangan dan menggelar berbagai deklarasi damai dengan substansi penyelesaian menyeluruh.
Di sinilah mungkin titik masalah yang dikritik Hasrullah. Setelah Deklarasi Damai dicanangkan, muncul gerakan radikal antinegara di daerah tersebut. Gerakan antinegara dengan ideologi kekerasan itu belum bisa ditangani sehingga kekerasan terus saja terjadi di Poso.
Penanggulangan terorisme jelas tak mungkin hanya dibebankan kepada Polri. Polri kesepian dalam penanggulangan terorisme. Lembaga dan departemen lain seharusnya punya tugas dan peran untuk menanggulangi aksi terorisme. Anggaran untuk itu pun telah disediakan.
Serial kekerasan di Poso harus didekati dengan pendekatan keserentakan. Ya, pendekatan keamanan, pendekatan sosial-ekonomi, pendekatan kultural, termasuk apa yang disebut upaya deradikalisasi. Menjadi pertanyaan, apakah setelah proses peradilan, ada upaya pembinaan terhadap narapidana teroris di dalam penjara? Jika tidak ada, bukankah penjara menjadi tempat subur penularan paham kekerasan kepada narapidana lain.
Lembaga yang bertanggung jawab dan punya anggaran penanggulangan terorisme mungkin telah sama-sama bekerja. Namun, mereka belumlah bekerja bersama-sama dalam satu koordinasi untuk menanggulangi aksi terorisme di Indonesia.
Serial kekerasan di Poso yang tak kunjung berhenti seharusnya mengentak kita semua, kementerian, lembaga, dan ormas, untuk bekerja bersama-sama menanggulangi terorisme di Indonesia.
(Tajuk Rencana Kompas, 5 Juni 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar