Kurikulum 2013 pasti dilaksanakan di sekolah-sekolah di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun ajaran baru ini pada pertengahan Juli. Meskipun demikian, sekolah-sekolah di bawah koordinasi Kementerian Agama belum akan melaksanakannya.
Kemenag tampaknya sangat mendengarkan saran para pakar pendidikan—juga para tokoh masyarakat penyelenggara pendidikan swasta—di negeri ini agar pelaksanaan Kurikulum 2013 terlebih dahulu diawali dengan mempersiapkan daya dukung Kurikulum 2013. Hal tersebut terutama dalam bidang sumber daya manusia, seperti guru, kepala sekolah, dan pengawas.
Perbedaan pandangan antara Kemenag dan Kemdikbud itu justru bagus, dalam arti nanti bisa dinilai kisah suksesnya dalam mengimplementasikan Kurikulum 2013. Penilaian tersebut nantinya akan bisa menjadi pelajaran berharga manakala kita harus mengimplementasikan sebuah kurikulum baru.
Kurikulum 2013 memang belum disosialisasikan secara intensif; yang ada baru uji publik melalui berbagai media dan forum pertemuan. Sosialisasi tentu berbeda dengan uji publik. Sosialisasi lebih bersifat mengenalkan konsep yang telah kuat dan siap dilaksanakan setelah melalui berbagai uji publik agar konsep Kurikulum 2013 benar-benar telah mantap dilihat dari berbagai aspek. Sebutlah aspek pedagogi, pendekatan, kesiapan buku, guru, kepala sekolah, alat evaluasi, bahkan pemerintah daerah sebagai unsur pemerintahan yang akan melaksanakannya di era desentralisasi seperti saat ini.
Pertanyaannya, apakah jika demikian Kemdikbud tidak mendengarkan berbagai usulan dan kritik dari masyarakat? Kemdikbud juga mengakomodasi berbagai saran dari berbagai pihak. Namun, saran untuk menunda pelaksanaan kurikulum sampai tahun depan, sebagaimana yang telah diputuskan Kemenag, memang tidak. Meski demikian, Kemdikbud rela menurunkan target pelaksanaan yang awalnya sangat ambisius menjadi target yang sangat kecil dibandingkan dengan cita-cita awal, yaitu 30 persen dari total SD serta seluruh SMP dan SMA/SMK. Bila dilaksanakan, target itu akan melibatkan 44.606 SD, 35.596 SMP, dan 22.251 SMA/SMK, paling tidak 676.414 guru untuk ditatar dalam waktu singkat, serta sekitar 78 juta buku harus dicetak dan didistribusikan.
Setelah melalui berbagai kritik baik yang pedas maupun yang halus dan santun, akhirnya Kemdikbud sadar, cita-cita untuk melaksanakan Kurikulum 2013 secara masif tidaklah mungkin. Akhirnya, sampailah pada target yang sangat lebih masuk akal dan realistis, yaitu hanya meliputi 6.325 sekolah untuk seluruh jenjang (SD 2.598, SMP 1.436, SMA 1.270, SMK 1.021), dengan jumlah rombongan belajar 14.805, jumlah guru hanya 55.762 orang, dan jumlah buku yang harus dicetak dan didistribusikan turun drastis: tinggal 9.767.280 eksemplar.
Kunci sukses
Pertanyaan implementatif yang harus dijawab, siapa saja pemegang kunci sukses terpenting dalam pelaksanaan Kurikulum 2013? Jawabnya: guru. Jadi, guru merupakan unsur terpenting dari pemangku kepentingan pendidikan dalam konteks implementasi Kurikulum 2013.
Karena itu, guru harus ditatar dan memang akan ditatar selama enam hari kerja sebelum melaksanakan Kurikulum 2013. Siapa saja yang menentukan sukses dalam pelatihan guru? Kunci sukses pelatihan guru itu akan terletak pada 60 narasumber nasional yang akan memberikan penyegaran kepada 372 instruktur nasional. Kemudian, secara hierarkis 372 instruktur nasional itu akan memberikan pelatihan kepada 3.036 guru inti.
Di tangan guru inti inilah, keberhasilan mengubah cara berpikir para pelaksana Kurikulum 2013 akan bergantung. Pada lapis paling akhir, guru inti tersebut akan melatih 6.325 kepala sekolah dan pengawas yang sekolah mereka terpilih jadi target pelaksanaan Kurikulum 2013 beserta 55.762 gurunya sekaligus.
Dari tugas pelatihan itu, yang penting adalah harus mampu mengubah cara pandang guru untuk bisa berpikir dengan cara, metode, dan evaluasi yang baru sesuai tuntutan Kurikulum 2013. Tugas paling berat ialah melatih para guru SD, yang pada kurikulum baru ini mengalami perubahan pendekatan pembelajaran secara signifikan: dari pendekatan bidang studi beralih ke pendekatan tematik integratif.
Dalam proses belajar, orang selalu dilibatkan dalam tiga kegiatan utama: to learn (belajar); to relearn (belajar kembali); dan to unlearn (melupakan). Dari tiga kegiatan itu, yang paling sulit dilakukan adalah to unlearn. Guru SD bertahun-tahun memiliki pengalaman dan pengetahuan lama mengenai kurikulum dengan pendekatan bidang studi. Tantangan bagi guru inti ketika melatih mereka adalah mampu tidak mengubah cara pandang guru SD dari pembelajaran bidang studi menjadi pembelajaran tematik integratif. Pertanyaan itu adalah persoalan how to unlearn dalam teori pelatihan dan pembelajaran modern. Hal itu jauh lebih sulit dilakukan daripada how to learn dan how to relearn.
Pendampingan
Kalau pelatihan tidak bisa mengubah pola pikir dan cara pandang para guru, katup pengaman terakhir terletak pada pendampingan di kelas ketika para guru mengajarkan kurikulum baru nanti. Pendampingan akan efektif untuk membelajarkan para guru dalam melaksanakan Kurikulum 2013.
Para pendamping nanti akan jadi model bagi guru pelaksana Kurikulum 2013 di kelas. Karena itu, tim pendamping Kurikulum 2013 yang terdiri atas kepala sekolah inti, pengawas inti, dan guru inti akan menjadi katup pengaman strategis bagi sukses implementasi Kurikulum 2013.
Apa lagi pemegang kunci sukses Kurikulum 2013? Jawabnya adalah pengadaan buku. Buku ajar, buku pedoman, dan juga buku mengenai dokumen kurikulum. Itu semua sangat penting bagi guru yang akan melaksanakan kurikulum. Jika buku-buku itu datang tidak tepat waktu, dijamin para guru akan panik dan tidak percaya diri dalam mengimplementasikan Kurikulum 2013. Karena itu, jangan sampai distribusi buku mengalami keterlambatan seperti distribusi soal UN yang baru lalu.
Suyanto Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta
(Kompas cetak, 8 Juli 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar