Pemilik akun Twitter dengan ekspresi berbeda-beda mencemooh kedatangan sekitar 50 anggota Brimob ke Markas Sabhara Polda Jateng. Perkelahian sesama anggota Korps Bhayangkara pun terjadi! Sejumlah anggota polisi terluka dalam perkelahian itu!
Seperti dikutip e-paper Kompas Siang (Kamis, 25/7), Kepala Polda Jateng Inspektur Jenderal Dwi Priyatno mengemukakan, perkelahian antara anggota Brimob dan anggota Sabhara karena miskomunikasi. Anggota Brimob tersinggung terhadap pesan Blackberry Messenger yang dikirim anggota Sabhara. "Ini hanya karena miskomunikasi para polisi bintara yang masih remaja saja. Mereka membutuhkan pembinaan lebih agar tidak menyikapi sesuatu secara emosional," ujar Dwi.
Perkelahian tengah malam itu sontak menjadi percakapan di dunia maya. Inilah demokrasi era digital! Publik serentak bisa bereaksi dengan memberikan tanggapan atas peristiwa yang terjadi. Interaktivitas terjadi secara serentak sebagai wujud partisipasi politik warga negara.
Keterbukaan informasi dan masuknya Indonesia dalam era demokrasi digital harus diantisipasi pejabat. Perilaku, ucapan, dan tindak-tanduk harus lebih terjaga karena begitu ada perilaku menyimpang dari norma, spontan publik digital akan bereaksi. Sudah banyak tindak-tanduk elite politik yang menjadi bahan cemooh pengguna media sosial.
Kita menyayangkan terjadinya perkelahian antara anggota Brimob dan Sabhara. Keduanya sama-sama anggota Polri yang menjalankan fungsi dan peran berbeda. Keributan antarinstitusi, seperti TNI dan Polri, memang pernah terjadi. Namun, bentrokan sesama insan Bhayangkara boleh jadi baru pertama kali terjadi.
Kita bersyukur pimpinan polisi di Jawa Tengah bisa segera mengendalikan keadaan sehingga bentrokan tidak meluas. Namun, penyelidikan menyeluruh atas insiden tersebut harus dilakukan untuk mengetahui latar belakang yang menjadi penyebab insiden memalukan itu.
Kepala Polda Jateng mengakui bahwa yang terlibat dalam bentrokan adalah polisi-polisi yang masih muda usia dan tentunya belum lama menjadi polisi. Jika demikian adanya, tentu menjadi pertanyaan bagaimana proses seleksi, pendidikan, dan pembinaan untuk menjadi anggota Bhayangkara. Suara minor masih sering terjadi dalam perekrutan tersebut. Apakah polisi belia itu masih akan dipertahankan sebagai polisi?
Kita khawatir seleksi anggota Polri yang direkrut dari remaja lulusan SMA dengan berbagai latar belakang ekonomi dan sosial akan menghadirkan anggota polisi yang bermasalah. Orang sipil yang diberi seragam dan memegang senjata dan kekuasaan bisa menjadi sosok yang tidak matang, terlebih jika pembinaan dan pendidikan gagal dilakukan.
(Kompas, 26 Juli 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Kita kan sodara jangan pada ribut dong aparat kan seharusnya bekerja sama untuk menjaga rakyat sipil
BalasHapus