Sebagaimana disebutkan dalam Al Quran surat Al-Baqarah ayat 183, puasa diwajibkan kepada orang-orang beriman sebagaimana juga telah diwajibkan kepada umat terdahulu agar mereka bertakwa.
Bahwa puasa telah diwajibkan bahkan sebelum era Islam meniscayakan adanya kemaslahatan yang banyak dari ibadah ini. Kita yang hidup di abad ke-21 pun meyakini kebenaran ayat tersebut, selain oleh iman dan ketakwaan, juga karena penjelasan ilmu kedokteran, khususnya yang menyangkut kesehatan. Betapa tubuh kita, terutama yang terkait dengan bagian pencernaan, tiba saatnya untuk jeda dari aktivitas harian yang acap kali amat kita manjakan.
Ramadhan memberi kita kesempatan tidak saja untuk meredakan aktivitas metabolisme, tetapi juga sarat dengan pesan-pesan lain, mencakup aspek yang amat luas, bukan hanya berlingkup individu, melainkan juga sosial, bahkan juga kosmik. Ramadhan tidak saja mengharamkan makan, minum, dan hubungan suami-istri dari imsak hingga maghrib, tetapi seiring dengan itu juga melatih kesabaran, kepekaan terhadap sesama manusia, juga terhadap alam dan hubungan yang lebih baik dengan Sang Khalik.
Ibadah rutin selama sebulan ini ditambah dengan shalat tarawih, melakukan tadarus, mendalami ayat-ayat suci Al Quran, serta memperbanyak amal saleh dan silaturahim.
Apakah semua lalu menjadi ritual rutin tahunan? Kembali kepada individu masing-masing. Jika seusai puasa Ramadhan ia menjadi insan yang lebih baik, meningkat takwanya kepada Allah SWT, lebih besar amal salehnya terhadap sesama, lebih santun beradab budinya, berhasillah puasanya.
Namun, Allah Taala menyadari, manusia tidak sempurna. Selain itu, manusia juga harus menghadapi godaan dunia yang tak ringan. Itu sebabnya, puasa dihadirkan kembali setiap tahun, agar manusia mendapat kesempatan kembali untuk memperbaiki diri.
Kita berharap kembalinya Ramadhan tahun ini dapat menyegarkan kembali, tidak saja keimanan kita, tetapi juga menambah kesalehan kita, baik pribadi maupun sosial, dan bahkan kesalehan terhadap alam.
Menahan lapar dan haus bukankah masih banyak dilakukan—sekalipun terpaksa—oleh kaum miskin yang jumlahnya masih banyak di negeri kita. Kesalehan spiritual janganlah ternafikan maknanya oleh ketidaksalehan sosial kita.
Kita setiap kali mencanangkan diri sebagai bangsa pembelajar. Masuk akal jika keinginan tersebut dibangun dari pengembangan diri kita sebagai insan pembelajar. Kita tahu apa yang masih lemah pada diri kita setelah Ramadhan tahun silam. Marilah kita perbaiki diri. Dengan cara itulah kita berkontribusi pada perbaikan umat, pada perbaikan bangsa.
Selamat menunaikan ibadah puasa Ramadhan 1434 Hijriah.
(Tajuk Rencana Kompas, 9 Juli 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar