Mengapa beruntun terjadi? Sengaja atau kebetulan? Bukan sekali ini pertanyaan serupa mengusik kita, belum lagi kerusuhan dan perlakuan pilih kasih yang terjadi. Dampak negatifnya antara lain LP jadi "sekolah" kejahatan, pusat pengaturan bisnis narkoba.
Permasalahan itu seolah dibiarkan. Instansi yang berwenang menanggapinya dengan menunjukkan data minimnya sarana dan kecilnya anggaran. Tidak imbangnya jumlah penghuni dengan kapasitas dan minimnya gaji pegawai menjadi justifikasi perbaikan sarana yang berujung pada peningkatan anggaran, bukan perbaikan kinerja.
Dalam kasus LP Tanjung Gusta dan Batam, yang kabur bukan hanya napi atau tahanan kasus kecil. Lebih dari 100 napi di Tanjung Gusta dan 12 tahanan di Batam kabur, dengan sebagian dari mereka adalah pelaku kasus terorisme dan narkoba. Ditarik kasus serupa, pada Januari 2013 pun 60 napi kabur dari LP Kuala Tungkal, Jambi. Sebagian dari mereka terkait kasus narkoba. Dua kasus terakhir, karena beruntun terjadi, bersamaan dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 yang memperketat remisi bagi pelaku kejahatan terorisme, narkoba, dan korupsi. Othak-athik gathuk pun berkembang dalam merespons kasus Tanjung Gusta dan Batam.
Arahnya uji nyali pemerintah, yang di satu sisi membiarkan wacana berhenti sendiri atau di sisi lain menunggu bola muntah pengambilan keputusan. Protes dan uji nyali bersamaan waktu dengan pro-kontra soal PP No 99/2012, yang memperlambat keputusan atas sejumlah kasus yang semakin meyakinkan ketidakhadiran pemerintahan dalam masyarakat.
Akan tetapi, justru dalam waktu bersamaan keluar SK Menteri Hukum dan HAM yang memberikan remisi bagi koruptor. Langkah mundur? Jelas! Tak hanya bertentangan dengan nafsu pemerintahan SBY untuk berantas korupsi, tetapi betapa lemahnya birokrasi yang berurusan keadilan terhadap terjangan protes napi dan calon napi koruptor.
Catatan di atas tidak mengeliminasi dan meniadakan perlunya perbaikan kinerja aparat yang berurusan dengan LP. LP jadi sumber pemerasan, dengan cara pilih kasih fasilitas misalnya, jadi sumber pengaturan peredaran narkoba dan bisnis di luar tembok tentu hanya salah satu contoh kondisi kinerja yang perlu diperbaiki. Inspeksi mendadak Wamenkumham Denny Indrayana baik, tetapi perlu ditindaklanjuti.
Dana perlu, tetapi bukan satu-satunya, apalagi kenyataannya infrastruktur bangunan dan kapasitasnya tidak imbang dengan jumlah napi dan tahanan. Senyampang dengan perbaikan sarana, mutlak perlu birokrasi Kemenkumham melakukan pertobatan besar-besaran, yakni perbaikan kinerja. Tempatkan kasus-kasusnya sebagai pintu masuk pertobatan (perbaikan menyeluruh) sehingga pertanyaan "Setelah Batam, mana lagi?" mati angin!
(Kompas, 19 Juli 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar