Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 02 Agustus 2013

Legitimasi Penyelenggara Pemilu (Kompas)

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu memerintahkan Komisi Pemilihan Umum memulihkan hak politik Khofifah Indar Parawansa.
KPU merespons cepat putusan DKPP dan menetapkan Khofifah Indar Parawansa-Herman S Sumawiredja sebagai calon gubernur dan calon wakil gubernur Jawa Timur. Pasangan itu akan bertarung dengan pasangan petahana Soekarwo-Saifullah Yusuf, Bambang DH-Said Abdullah, dan Eggi Sudjana-M Sihat. Sebelumnya, KPU Jatim memutuskan Khofifah tak memenuhi syarat sebagai calon.

DKPP juga memberhentikan sementara tiga anggota KPU Jatim, yakni Agung Nugroho, Agus M Fauzi, dan Nadjib Hamid. Ketua KPU Jatim Andry Dewanto mendapat teguran. Pemberhentian sementara itu dilakukan sampai KPU mengoreksi penetapan calon gubernur Jatim.

Sejauh ini, sudah 71 anggota KPU daerah dipecat DKPP. Sepanjang eksistensi lembaga itu, DKPP telah mengadili dugaan pelanggaran etika—ketidakindependenan dan ketidakprofesionalan—penyelenggara pemilu.

Pemberhentian sementara ataupun pemecatan sejumlah anggota KPU daerah memengaruhi legitimasi penyelenggara pemilu. Padahal, penyelenggara pemilu memegang peranan sentral dalam pelaksanaan Pemilu 2014. Ketidakprofesionalan kerja KPU daerah ataupun KPU pusat makin membuat masyarakat khawatir terhadap pelaksanaan Pemilu 9 April 2014. Kekhawatiran itu ditambah dengan daftar pemilih sementara (DPS) yang berantakan. KPU memang terus menyosialisasikan pemilih mengecek nama mereka di situs resmi www.kpu.go.id. Namun, ketika kritik publik terhadap DPS mulai gencar, KPU berdalih data pemilih di situs KPU belum bisa menjadi acuan.

Sikap anggota KPU yang menyangkal kelemahan pengelolaan DPS sebenarnya hanyalah mekanisme bertahan untuk menutupi kelemahan mereka. Sikap menyangkal itu tidak menolong keadaan karena seharusnya KPU mengakui masih terdapat kelemahan dalam DPS dan kemudian memperbaikinya. Kita berharap KPU memberikan ruang bagi masyarakat untuk mengoreksi DPS sehingga pada Pemilu 9 April 2014, masyarakat bisa diyakinkan dengan daftar pemilih tetap (DPT) yang bersih.

Kembali ke Pilkada Jatim, anggota KPU Jatim sebenarnya sudah tak punya legitimasi moral dan politik untuk menyelenggarakan pemilihan gubernur. Vonis terbuka bahwa mereka melanggar kode etik dan telah bekerja tak profesional akan mengurangi kepercayaan rakyat kepada mereka. Apakah komisioner KPU Jatim masih sanggup menyelenggarakan Pilkada Jatim ketika legitimasinya kian merosot. Bagaimana dengan Badan Pengawas Pemilu?

Karena alasan itulah, kita bisa memahami bahwa vonis DKPP yang menegur dan memberhentikan sementara dipandang pengamat sebagai vonis banci. Jika memang terbukti telah melanggar etika, sanksi pemecatan lebih pantas diberikan justru agar KPU masih bisa dipercaya rakyat dalam menyelenggarakan Pilkada Jatim.

(Kompas cetak, 2 Agustus 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger