Harian ini menulis, "DPS Kacau, Berpotensi Curang". Pelacakan harian ini mengenai daftar pemilih sementara (DPS) melalui situs resmi www.kpu.go.id menunjukkan, masih ada masalah dalam penyusunan DPS. Beberapa masalah itu, antara lain nama pemilih ditemukan ganda, ketidaksesuaian jenis kelamin pemilih, ketidaksesuaian antara nomor induk kependudukan (NIK) di KTP elektronik dengan yang tercantum dalam DPS. Anggota KPU, Arief Budiman dan Ferry Kurnia Rizkiansyah, pun tercatat dua kali sebagai pemilih di TPS yang sama. Adanya selisih antara daftar agregat kependudukan per kecamatan dan data Badan Pusat Statistik bisa menimbulkan kecurigaan.
Kita angkat isu soal DPS justru jauh hari sebelum Pemilu Legislatif 9 April 2014. Pemilu pascareformasi selalu dicederai dengan kacaunya daftar pemilih. Menjelang hari pemungutan suara, selalu muncul komplain bahwa nama pemilih tak tercantum dalam daftar pemilih tetap, pemilih tak mendapat undangan untuk memberikan suara, ada nama pemilih siluman. Karena kekacauan data itu, pada Pemilu 2009, Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan darurat yang mengizinkan pemilih ke bilik suara dengan KTP. Hak memilih adalah hak konstitusional warga negara yang tak boleh dihilangkan dengan alasan apa pun, baik hilang karena kelalaian petugas maupun hilang karena unsur kesengajaan.
Kekacauan DPS harus diselesaikan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Partai politik pun bisa mengawasi penyusunan DPS sampai daftar itu ditetapkan menjadi daftar pemilih tetap pada September nanti. Para pemilih pun kita dorong untuk mengecek apakah nama mereka sudah tercantum dalam DPS melalui situs resmi www.kpu.go.id. Jika memang pemilih belum tercantum, kita dorong mereka untuk mempertanyakan di kelurahan setempat.
KPU juga punya tugas untuk terus menyosialisasikan pemilu. Sosialisasi pemilu masih sangat kurang dilakukan KPU. Sosialisasi perlu lebih gencar dilakukan mengingat Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2014 dibayang-bayangi rendahnya tingkat partisipasi pemilih.
Sejak Pemilu 1999, ada tren tingkat partisipasi politik terus menurun. Catatan Litbang Kompas menunjukkan, pada Pemilu 1999, tingkat partisipasi pemilih mencapai 92,74 persen, Pemilu 2004 (84,05 persen), Pemilu 2004 putaran I (78,23 persen), dan Pemilu 2004 putaran II (76,63 persen). Kemudian tingkat partisipasi pemilih pada Pemilu Legislatif 2009 sebesar 70,96 persen dan Pemilu Presiden 2009 sebanyak 72,56 persen. Dalam beberapa pilkada, tingkat partisipasi bahkan bisa lebih rendah.
Kekacauan DPS dan ancaman rendahnya tingkat partisipasi politik itu bukan hanya harus jadi perhatian KPU melainkan juga parpol dan masyarakat. Kualitas Pemilu 2014 bisa lebih baik jika masalah DPS bisa dibereskan!
(Kompas cetak, 1 Agustus 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar