Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 09 Januari 2014

TAJUK RENCANA Indonesia Kecam Australia (Kompas)

INDONESIA menentang keras langkah Australia yang "mendorong" kembali (turn back) kapal yang berisi imigran gelap ke lokasi awal mereka.
Hal itu dikemukakan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, Selasa (7/1), dalam pidato awal tahunannya di Kementerian Luar Negeri, Jakarta. Marty menegaskan, kebijakan seperti itu bukanlah solusi yang tepat, apalagi jika semua negara yang dilintasi para imigran gelap tersebut berbuat serupa. "Kami ingin penyelesaian yang jauh lebih baik. Solusi macam itu bukanlah penyelesaian yang kondusif dan komprehensif dalam menghadapi persoalan (manusia perahu)," ujar Marty.

Kapal yang berisi imigran gelap yang "didorong" kembali oleh kapal Angkatan Laut Australia itu kembali memasuki perairan selatan Nusa Tenggara Timur (NTT). Kepolisian Resor Rote Ndao, NTT, mengamankan 48 imigran gelap asal Afrika yang terdampar di Desa Lengu Petu, Kecamatan Pantai Baru, Kabupaten Rote Ndao, Selasa, dan ditampung di Kupang, NTT.

Kepala Polres Rote Ndao Ajun Komisaris Besar Hidayat mengatakan, imigran gelap itu terdiri dari 39 laki-laki dan 9 perempuan asal Sudan, Eritrea, Somalia, Ghana, Mesir, dan Lebanon. Mereka berangkat dari Kendari, Sulawesi Tenggara, 21 Desember 2013, dan sampai di perairan Australia pada 4 Januari 2014.

Sebenarnya persoalan imigran gelap yang berupaya masuk ke Australia dengan kapal bukanlah hal baru. Negara benua di selatan yang makmur itu sejak lama menjadi "gula" penarik bagi "semut-semut" pencari suaka ekonomi. Masalah tersebut menjadi serius ketika Perdana Menteri Australia Tony Abbott yang berkuasa sejak 18 September 2013 mengambil sikap tegas terhadap manusia perahu yang berupaya masuk secara ilegal ke Australia. Tony Abbott memutuskan akan mendorong kembali kapal yang berisi imigran gelap ke lokasi awal mereka.

Dari kacamata Australia, Indonesia seharusnya dapat mencegah imigran gelap itu menggunakan wilayah Indonesia untuk memasuki wilayah Australia. Itu sebabnya, Pemerintah Australia di bawah Tony Abbott mengajak Indonesia bekerja sama untuk mencegahnya.

Namun, sebelum kerja sama tersebut berlangsung, hubungan kedua negara memburuk karena tindak penyadapan yang dilakukan Australia terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Maaf, bukan bermaksud membela Australia, tetapi mengapa Menlu Marty hanya menentang keras langkah Australia dan tidak mengecam otoritas keamanan di dalam negeri, yang membolehkan imigran gelap itu berangkat dari Kendari ke perairan Australia.

Bukankah merupakan tugas Pemerintah Indonesia untuk menjaga agar perbatasan wilayahnya tidak dilintasi imigran yang tidak memiliki dokumen yang sah?

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000004022127
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger