Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 06 Januari 2014

TAJUK RENCANA Isu Lembah Jordan Memanas (Kompas)

KEPUTUSAN kabinet Israel untuk menganeksasi Lembah Jordan ke dalam wilayah Israel, Minggu (29/12), memecah kubu kanan dan kiri Israel.
Partai Hatnua dan Yes Atid yang beraliran tengah-kiri, Senin lalu, berjanji akan berjuang di Knesset (parlemen Israel) menggagalkan keputusan aneksasi itu menjadi kekuatan hukum tetap. Sementara Partai Likud, Yisrael Beytenu, dan Bayit Yehudi, tiga partai politik yang dikenal sebagai kubu garis keras, setuju atas aneksasi itu. Kelima partai politik itu tergabung dalam kabinet Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

Kubu kanan Israel cenderung menolak berdamai dengan Palestina, sementara kubu kiri mendukung tercapainya kesepakatan damai dengan Palestina. Persoalannya, di dalam komposisi kabinet PM Netanyahu, kubu garis keras lebih dominan.

Perbedaan pandangan terhadap Palestina di antara kedua kubu itu lebih diakibatkan latar belakang sejarah. Ketika negara Israel didirikan pada 14 Mei 1948, banyak warga Yahudi yang tinggal di Eropa dan AS pulang ke Israel dan bergabung dengan warga Yahudi yang memang berdiam di wilayah di mana negara Israel didirikan.

Secara umum bisa dikatakan bahwa warga Yahudi yang datang dari Eropa dan AS itu cenderung mengambil garis keras dalam urusan dengan Palestina. Sementara warga yang berdiam di Israel cenderung lebih moderat dalam urusan dengan Palestina, karena mereka terbiasa hidup berdampingan dengan warga Palestina.

Lembah Jordan yang berbatasan langsung dengan Jordania itu melingkupi sekitar 26 persen dari wilayah Tepi Barat. Sebelum perang tahun 1967, ada 250.000 warga Palestina berdomisili di Lembah Jordan. Kini, hanya 70.000 warga Palestina yang tinggal di sana, sebagian besar mengungsi ke Jordania dan negara lain.

Kita berharap Lembah Jordan tidak dianeksasi ke dalam wilayah Israel. Sebab, selain bertentangan dengan hukum internasional, hal itu juga akan merusak upaya damai yang tengah diusahakan Menteri Luar Negeri AS John Kerry.

Memang tidak mudah mengupayakan perdamaian antara Israel dan Palestina, apalagi sengketa di antara kedua bangsa itu telah berlangsung sangat lama sekali. Negara Israel memang baru berdiri tahun 1948, atau 65 tahun lalu, tetapi persengketaan di antara kedua bangsa itu sudah berlangsung ribuan tahun. Kedua belah pihak harus mau mengalah untuk menunjukkan iktikad baik, dan keinginan untuk berdamai.

Itu pula yang dikatakan Menteri Urusan Teknologi dan Ilmu Pengetahuan Israel Yaakov Peri, yang beraliran moderat, "Israel harus membayar harga berdamai dengan Palestina dengan membongkar 15-25 persen permukiman Yahudi di Tepi Barat." Jika tidak ada yang mau mengalah, bisa dipastikan perdamaian akan semakin menjauh.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000003917663
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger