Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 22 Januari 2014

TAJUK RENCANA Menanti Ketukan Palu (kompas)

ELITE politik sedang menantikan ketukan palu Mahkamah Konstitusi soal pemilu serentak antara pemilu legislatif dan pemilu presiden.

Ketukan palu MK akan menentukan dinamika politik, termasuk pelaksanaan pemilu legislatif 9 April 2014 yang tinggal 76 hari lagi. Koalisi masyarakat sipil meminta uji materi Undang-Undang Pemilu Presiden yang mengatur soal dua tahap pemilu, yakni pemilu legislatif dan presiden. Permintaan yang diajukan setahun lalu itu menurut rencana akan diputuskan MK pada Kamis, 23 Januari 2014. Permintaan uji materi yang relatif sama diajukan calon presiden dari Partai Bulan Bintang, Yusril Ihza Mahendra. Konstitusionalitas UU Pemilu Presiden sedang diuji di MK meski dengan undang-undang yang semangatnya sama, bangsa Indonesia telah dua kali memilih presiden.

UU Pemilu Presiden mengatur syarat pencalonan presiden. Undang-undang menyebutkan, calon presiden dan calon wakil presiden diajukan parpol atau gabungan parpol yang mempunyai 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara nasional. Konsekuensi dari aturan itu adalah pemilu legislatif digelar dahulu baru kemudian pemilu presiden.

Substansi dari UU Pemilu Presiden adalah kesepakatan politik partai politik di DPR dan juga pemerintah. Bahkan, hakim konstitusi yang pernah menjadi anggota DPR ikut terlibat dalam pembahasan UU Pemilu Presiden tersebut. Mandat soal pengaturan pemilu diberikan oleh konstitusi, yakni Pasal 22E Ayat 6, yang menyebutkan, "Ketentuan lebih lanjut mengenai pemilihan umum diatur dengan undang-undang." Mandat konstitusi inilah yang menjadi acuan DPR dan pemerintah mengatur lebih lanjut soal pemilu.

Sebagai sebuah kontrak sosial bangsa, konstitusi seyogianya dijadikan rujukan. Pasal 22E Ayat 1 UUD 1945 menegaskan, "Pemilihan Umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil setiap lima tahun sekali." Adapun pada Ayat 2 ditulis, "Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah." Inilah argumentasi pendukung diadakannya pemilu serentak. UUD 1945 juga tidak mengatur soal ambang batas untuk pencalonan presiden.

Di tengah kredibilitas MK yang merosot akibat perilaku bekas Ketua MK Akil Mochtar dan belum lengkapnya keanggotaan MK, kita berharap MK memberikan putusan yang bijaksana. Karena sifat putusan MK yang final dan mengikat, kita pun berharap MK memastikan apakah putusannya bisa dieksekusi pada Pemilu 2014 yang tinggal 76 hari. Jika MK akan memutuskan dilaksanakannya pemilu serentak, saran ahli hukum tata negara, Refly Harun, agar putusan MK baru berlaku pada Pemilu 2019 patut dipertimbangkan. Alasannya, untuk melaksanakan pemilu dibutuhkan sosialisasi dan kesiapan sumber daya manusia, termasuk mempersiapkan aturan pelaksanaannya.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000004293085
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger