Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 11 Januari 2014

TAJUK RENCANA Menunggu Babak Baru Anas (Kompas)

PENYIDIKAN kasus korupsi yang melibatkan Anas Urbaningrum memasuki babak baru setelah Komisi Pemberantasan Korupsi menahan Anas.
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu dituduh terlibat dalam kasus korupsi pembangunan pusat olahraga Hambalang dan proyek lain. Jumat kemarin, 10 Januari 2014, Anas memenuhi panggilan ketiga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diperiksa sebagai tersangka. KPK menahan Anas, yang ditetapkan sebagai tersangka pada Jumat, 22 Februari 2013. Sebelum mendatangi KPK, Anas menggelar jumpa pers di rumahnya. Dalam jumpa pers, Anas berjanji akan bersikap kooperatif dengan KPK dan meminta KPK memanggil saksi lain yang seharusnya dijadikan saksi dalam kasus Hambalang.

Adapun setelah diperiksa KPK, kepada pers, Anas melakukan sesuatu yang tidak lazim dengan menyampaikan ucapan terima kasih kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Ketua KPK Abraham Samad, serta sejumlah nama penyelidik dan penyidik KPK. Sesuatu tak lazim yang dilakukan Anas itu terbuka ditafsirkan. Namun, kita berharap pernyataan tersebut hanya berupa pernyataan politik biasa. Penahanan politisi muda itu meramaikan linimasa di media sosial, seperti Twitter. Ada yang menyesalkannya, tetapi banyak pula yang mencemoohnya.

Kita pun mengapresiasi KPK yang telah berupaya menegakkan hukum tanpa pandang bulu, tanpa melihat status politik seseorang. Publik mencatat, KPK yang dipimpin Abraham telah menunjukkan komitmennya yang keras memberantas korupsi. Sejumlah unsur pimpinan partai politik, anggota DPR, menteri, gubernur, bahkan Ketua Mahkamah Konstitusi pun ditahan KPK karena terkena kasus korupsi.

Dalam kerangka itu, kita mendorong KPK memeriksa siapa pun yang terlibat dalam kasus korupsi Hambalang dan korupsi lainnya. Prinsip persamaan di muka hukum harus dijadikan dasar penegakan hukum. Dengan penyidikan yang komprehensif, duduk perkara kasus Hambalang akan menjadi terang. Siapa saja yang terlibat, siapa yang harus bertanggung jawab, serta siapa pula yang menikmati uang dari proyek Hambalang dan kasus lainnya harus dimintai pertanggungjawaban. Dalam sejarah korupsi, korupsi tak mungkin dilakukan seorang diri.

Masyarakat menantikan Anas merealisasikan pidato Anas yang menyebutkan bahwa dia akan membuka halaman buku berikutnya dalam jalur hukum. "Ini bukan tutup buku, melainkan pembukaan buku halaman pertama," kata Anas, 23 Februari 2013.

Kita mendorong Anas menyerahkan bukti yang dimilikinya, informasi yang diketahuinya kepada penyidik KPK ataupun dalam persidangan agar duduk perkara korupsi Hambalang menjadi jelas. Langkah memberikan keterangan dan bukti kepada KPK dilindungi secara hukum. Langkah perlawanan hukum lebih elegan daripada perlawanan politik karena yang sedang dihadapi adalah proses hukum.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000004064397
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger