Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 11 Januari 2014

TAJUK RENCANA Kemelut di Thailand Terus Berlanjut (Kompas)

KEMELUT politik di Thailand belum menunjukkan tanda-tanda akan selesai. Sementara militer menegaskan tak mempersiapkan diri untuk mengadakan kudeta.
Kemelut politik ini diawali keinginan pemerintahan yang dipimpin Perdana Menteri Yingluck Shinawatra untuk meloloskan Rancangan Undang-Undang Amnesti. RUU itu diloloskan Majelis Rendah, 1 November 2013, dan diteruskan ke Senat.

Pada saat yang sama, RUU Amnesti itu diprotes kelompok anti-Thaksin Shinawatra, dan mereka mengadakan aksi turun ke jalan. Karena jika RUU itu disahkan, Thaksin Shinawatra, yang kini tinggal di pengasingan, dimungkinkan kembali ke Thailand.

Melihat perlawanan yang semakin besar, Senat menolak meloloskan RUU itu. Yingluck pun langsung menarik RUU tersebut dan menegaskan tidak akan mengajukan kembali RUU itu. Langkah itu harus dilakukan Yingluck mengingat Majelis Rendah dapat memberlakukan RUU tanpa persetujuan Senat setelah menanti selama 180 hari.

Namun, penolakan Senat dan langkah Yingluck itu tidak mencukupi. Aksi protes pun tetap berlanjut. Mereka menuntut agar PM Yingluck mundur dari jabatannya. Yingluck melakukan blunder, kesalahan besar, yang harus dibayarnya dengan sangat mahal.

Ternyata rakyat Thailand belum dapat memaafkan Thaksin, yang semasa menjadi PM Thailand memperlihatkan sikap kurang hormat terhadap Raja Bhumibol Adulyadej. PM Thaksin dikudeta oleh militer ketika ia menghadiri Sidang Majelis Umum PBB di New York, tahun 2006. Sejak itu, Thaksin tinggal di pengasingan.

Yingluck, sebagai adik Thaksin, seharusnya meneliti dulu, apakah rakyat Thailand sudah dapat memaafkan Thaksin. Karena siapa pun yang mengajukan RUU Amnesti yang membuka peluang bagi Thaksin untuk kembali ke Thailand, akan dilawan, apalagi yang mengajukan Yingluck.

Terpilihnya Yingluck sebagai PM melalui pemilihan umum tahun 2011 bukan merupakan pertanda bahwa rakyat Thailand telah memaafkan Thaksin. Itu sebabnya, dari waktu ke waktu muncul tuduhan bahwa Yingluck dikendalikan Thaksin.

Kini, keadaan Yingluck semakin runyam. Yingluck sudah membubarkan kabinetnya dan berjanji akan menyelenggarakan pemilu pada 2 Februari mendatang. Namun, oposisi mengancam dan pengunjuk rasa mengancam akan memboikot pemilu tersebut. Mereka pun meneruskan aksi protes.

Seperti disebutkan di atas, militer tidak menyiapkan diri untuk kudeta. Kini, kita tinggal menunggu bagaimana kemelut politik di Thailand akan diselesaikan. Relakah rakyat Thailand membiarkan demokrasi parlementer dikalahkan oleh demokrasi jalanan.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000004069093
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger