Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 16 Januari 2014

TAJUK RENCANA Sejarah Sedang Berulang (Kompas)

BANJIR menghantam sebagian Jakarta dalam dua-tiga hari belakangan ini. Jumlah korban terdampak banjir di Ibu Kota cukup besar.
Kali Ciliwung meluap, juga Kali Pesanggrahan, Krukut, dan Angke, sehingga menggenangi sebagian area Jakarta dan sekitarnya. Lima orang tewas. Sejumlah pendapat bisa kita saksikan di media. Banjir terjadi karena curah hujan tinggi, sementara normalisasi kali belum selesai. Pemerintah belum optimal mengendalikan banjir. Penataan lingkungan hulu tak berjalan. Warga dikritik karena menjadikan sungai sebagai tempat sampah.

Terlepas dari silang pendapat soal banjir kita apresiasi langkah pemerintah, BNPB, TNI, Polri, dan masyarakat yang berjibaku menolong sesama. Bencana selalu menghadirkan solidaritas sosial di antara anak bangsa. Bencana selalu menjadi in between. Banjir Jakarta pernah terjadi, sekarang terjadi, dan pada masa depan akan terjadi lagi. Melacak berita banjir di Kompas, kita bisa mendapati berita banjir di Jakarta pada 26 Agustus 1967. Berita itu berjudul: "Bandjir Masih Mengantjam Ibukota: Bangunan Liar di Tanggul & Tepi Sungai Sumber Bentjana".

Karikaturis GM Sudarta, 18 Maret 1967, menggambarkan kehidupan Jakarta pada saat hujan, dengan orang kedinginan dan mobil tergenang, sementara pada musim panas, sampah berserakan. Visi Sudarta soal Jakarta diwujudkan dalam karikatur Kompas, 13 Februari 1970, ketika harian ini harganya Rp 10. Sudarta menggambarkan rumah di atas kapal dan ada orang memancing serta mobil berjalan di dalam air dengan knalpot dirancang tinggi yang berada di atas air.

Berita utama banjir Jakarta hari ini, kita juga bisa dapatkan pada Kompas, 10 Januari 1970. Harian ini menulis "Hampir Dua Pertiga Ibukota Tergenang Air". Pada Kamis, 12 Februari 1970, dalam foto serial yang ditempatkan sebagai banner dengan judul berita: "Hudjan Paling Besar Selama 20 Tahun Menimpa Djakarta". Listrik terhenti di sejumlah tempat, 43 pasien rumah sakit diungsikan.

Sejarah sedang berulang. Lokasi banjir tak banyak berubah. Identifikasi penyebab banjir sama. Beban Jakarta kian bertambah berat. Penduduk bertambah, begitu juga kepadatan penduduknya. Permukaan tanah terus turun, sementara lahan terbangun semakin luas. Pertanyaan refleksi yang kita ajukan adalah bagaimana proses belajar kita sebagai bangsa dari banjir Jakarta. Apakah siklus bencana itu akan kita biarkan terjadi dan kita pasrah menerimanya. Sejarawan Inggris, Arnold Toynbee, mengatakan yang disebutnya sebagai challenge and respons, setiap tantangan harus memunculkan tanggapan.

Banjir Jakarta adalah tantangan yang harus dipecahkan umat manusia untuk kesejahteraan manusia. Perlu ada langkah terobosan menanggapi banjir yang selalu mengancam. Rencana normalisasi sungai, membuat sodetan, menata kawasan hilir, memastikan tata ruang harus dikawal untuk menanggapi ancaman siklus banjir sehingga tak hanya jadi wacana. Dari sejarahlah kita harus belajar.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000004154895
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger