Selama tiga bulan terakhir, Ukraina yang berpenduduk 45,6 juta jiwa terseret dalam konflik antara kubu pemerintah yang berorientasi ke Rusia dan kelompok oposisi yang berkiblat ke Uni Eropa. Dalam perkembangan yang berlangsung cepat, sepekan terakhir, Presiden Viktor Yanukovych dipecat parlemen di tengah kondisi negara yang dilanda kerusuhan berdarah.
Presiden Yanukovych dipecat karena dinilai gagal mengatasi gelombang demonstrasi yang sudah berlangsung tiga bulan. Kekacauan seperti memuncak beberapa hari terakhir dalam pekan berdarah yang menewaskan 88 orang. Kegagalan menghentikan kerusuhan dinilai sebagai bukti kelemahan kepemimpinan Presiden Yanukovych.
Pemecatan Yanukovych terpaksa dilakukan untuk mencegah kekacauan lebih besar. Saat paling genting tiba ketika parlemen mengeluarkan mosi tidak percaya terhadap Yanukovych. Drama politik semakin menegangkan ketika Yanukovych tiba-tiba meninggalkan Kiev, ibu kota negara, dan bertolak ke kawasan timur negeri. Keberadaan Yanukovych masih menjadi teka-teki.
Ketua Parlemen Oleksander Turchinov ditunjuk sebagai penjabat presiden sampai terpilih presiden baru hasil pemilu dini 25 Mei mendatang. Penunjukan Turchinov membantu meredakan pergolakan, lebih-lebih karena dia berjanji akan berupaya memperbaiki hubungan dengan Rusia dan tetap menempatkan integrasi dengan Uni Eropa sebagai prioritas.
Janji Turchinov tentu membantu meredakan pergolakan untuk jangka pendek, tetapi bukan untuk jangka panjang, lebih-lebih karena tidak mendorong kemandirian Ukraina sebagai bangsa berdaulat. Pergolakan selama tiga bulan terakhir sesungguhnya menggambarkan Ukraina yang tidak memiliki kemandirian. Gelombang protes selama tiga bulan terakhir digerakkan oleh kelompok oposisi yang menghendaki integrasi dengan Uni Eropa.
Kelompok pro Uni Eropa berdemonstrasi karena Presiden Yanukovych tidak menandatangani pakta perdagangan dengan Uni Eropa. Ketegangan meningkat karena pemerintahan Yanukovych tetap menghendaki kerja sama dengan Rusia, yang pernah bersatu di bawah Uni Soviet.
Suka atau tidak, pertikaian di kalangan elite politik Ukraina telah dimanfaatkan kekuatan luar yang tidak terlepas dari sisa persoalan Perang Dingin. Uni Eropa bersama Amerika Serikat sebagai ahli waris Blok Barat bersaing dengan Rusia sebagai ahli waris Uni Soviet dan Blok Timur dalam pertarungan di Ukraina.
Campur tangan kekuatan asing atas Ukraina dimungkinkan oleh kegagalan bangsa itu menegakkan kemandirian sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.
Sumber: Kompas cetak edisi 25 Februari 2014
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar